SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JOGJA - Gubernur DIY Sri Sultan HB X menanggapi peristiwa pemotongan salib makam di Purbayan, Kotagede. Akibat kejadian tersebut media sosial ramai menyebut Jogja sebagai kota yang intoleran.

Ditanya mengenai hal tersebut Sultan mengatakan, tudingan Jogja sebagai kota intoleran dalam kasus di Kotagede merupakan konsekuensi. Konsekuensi karena peristiwa yang disebut intoleran di Kotagede tersebut diviralkan di media sosial. 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Sultan, kasus tersebut terjadi karena mayoritas penduduk di lokasi tersebut adalah muslim. Kemudian, kata Sultan, ada yang nonmuslim meninggal. Ada kesepakatan antara warga dan keluarga. Tidak ada pemotongan (paksa) tetapi kesepakatan. "Daripada ke Mrican [Sleman] kemudian ada kesepakatan. Cuma itu saja," kata Sultan, Rabu (19/12/2018).

Menurut Sultan, kalau ada yang menuduh Jogja kota intoleransi hal itu merupakan sebuah konsekuensi. Kasus ini pun menjadi viral dan diviralkan oleh masyarakat. "Itu menjadi viral karena diviralkan, katanya ada demonstrasi, lah padahal tidak. Padahal kasusnya sudah selesai," katanya.

Peristiwa pemotongan nisan salib makam Albertus Slamet Sugihardi, 60, warga RT 53 RW 13, Purbayan Kotagede, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jambon, Purbayan Kotagede dan pelarangan doa menjadi sorotan. Peristiwa ini terjadi di Paroki Pringgolayan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya