SOLOPOS.COM - Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa UP45 menggelar aksi unjuk rasa dengan berjalan kaki dari Taman Parkir Abu Bakar Ali hingga gedung DPRD DIY, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Kamis (10/08/2017). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

22 Mahasiswa Universitas Proklamasi, pimpinan kampus memberikan penjelasan.

Harianjogja.com, JOGJA — Pimpinan Universitas Proklamasi 45 Jogja menegaskan pemberhentian 22 mahasiswa sudah sesuai denga hasil mediasi. Mahasiswa lah pihak yang dianggap tidak patuh karena membuat surat pernyataan yang berbeda. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY telah mengkonfirmasi format surat juga disepakati saat mediasi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga : 22 Mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Jogja Akhirnya di-DO
Rektor Universitas Proklamasi 45 Jogja Bambang Irjanto menyebut pemberhentian 22 mahasiswa dilakukan karena mereka tidak membuat surat pernyataan yang sesuai dengan format yang telah ditawarkan. Padahal ia mengatakan pada mediasi yang difasilitasi ORI Perwakilan DIY , Rabu (14/6/2017), mahasiswa sudah setuju dengan format yang diinginkan pihak kampus.

“Mereka sudah setuju, tapi dengan catatan poin yang melarang mereka untuk ikut organisasi dihapuskan dan sudah kami hapuskan. Tapi nyatanya sampai tanggal 19 Juli 2017 mereka belum memberikan surat pernyataan yang sesuai dengan format. Kenapa mereka tidak memakai format itu. Malah bikin sendiri,“ katanya saat jumpa pers di Universitas Proklamasi 45 Jogja, Kamis (10/8/2017)

Seperti diketahui, konflik yang terjadi antara 22 mahasiswa Universitas Proklamasi 45 dan para pimpinannya semakin berlarut-larut. Mahasiswa akhirnya diberhentikkan secara resmi sejak 21 Juli 2017 setelah berbagai macam mediasi gagal. Sebelumnya, para mahasiswa menyebut pimpinan kampus telah mengingkari hasil mediasi karena jadi memberhentikan mereka.

Padahal mahasiswa merasa sudah membuat surat pernyataan yang sesuai dengan substansi hasil mediasi. Dalam mediasi di Kantor ORI Perwakilan DIY, disepakati beberapa poin yakni, mahasiswa sepakat kembali ke bangku kuliah; tidak melakukan kegiatan yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan; situasi mencekam bagi civitas akademika; membuat surat pernyataan; serta mengedepankan proses-proses dialog dalam menyikapi dinamika perkuliahan.

Bambang Irjanto menyebut pihaknya bahkan memberikan kelonggaran waktu bagi para mahasiswa untuk mengirimkan surat pernyataan baru hingga tanggal 19 Juli 2017, tapi tetap saja mahasiswa tidak menyanggupi, karena itu ia berpikir para mahasiswa tersebut sudah tidak punya niat baik lagi untuk belajar di Universitas Proklamasi 45 Jogja. Ia mengatakan, sesuai hasil mediasi surat pernyataan paling lambat dikirimkan pada tangggal 19 Juni 2017.

Kepala ORI Perwakilan DIY Budhi Masthuri mengakui, format surat memang tidak dibahas secara teknis pada waktu mediasi. Namun, ia mengungkapkan secara lisan sudah disepakati bahwa surat pernyataan yang diberikan oleh mahasiswa harus sesuai dengan format yang ditawarkan kampus.

“Minus poin-poin yang mengandung subtansi pelarangan kebebasan berorganisasi. [Jadi mahasiswa sudah seharusnya membuat surat pernyataan sesuai dengan format yang disetujui], saya no comment,” jelasnya.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Jogja M. Junaedi mengatakan saat mediasi format surat tidak dibahas secara rinci.

“Tapi kami berusaha mengganti dengan surat pernyataan baru tapi tidak ditanggapi. Permasalahan ini semakin runyam, saya harap Kemenristekdikti [Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi] bisa turun tangan, “ jelasnya saat menggelar aksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya