SOLOPOS.COM - Kapolresta Solo Kombes Pol Asjima'in menunjukkan ponsel pelaku yang digunakan untuk meneror SMA Warga, Kamis (29/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Kapolresta Solo Kombes Pol Asjima’in menunjukkan ponsel pelaku yang digunakan untuk meneror SMA Warga, Kamis (29/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

SOLO — Tayangan televisi dapat berdampak baik jika penikmat acara mempunyai filter dan kontrol yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, jika disikapi tanpa filter dan kontrol yang baik dapat berdampak buruk bagi penonton. Dampak negatif tayangan layar kaca itulah yang terjadi kepada peneror bom SMA Warga yang tak lain siswi sekolah setempat, P alias W alias SR.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Remaja perempuan kelas X berusia 15 tahun itu mengirimkan pesan singkat (SMS) berisi ancaman gedung sekolah bakal diledakkan, Rabu (21/11/2012) lalu. Setelah identitas peneror terungkap, P diketahui melakukan aksi itu karena terinspirasi dari berita atau tayangan televisi yang menyajikan aksi serupa.

Pejabat Humas SMA Warga, Budi Prabowo, kepada Solopos.com, Jumat (30/11/2012), mengatakan setelah mengetahui peneror adalah P, ia segera memberikan pendekatan psikologi dengan memberikan pengertian-pengertian bahwa sekolah tidak akan dendam dan tidak akan mengeluarkannya.

Pada kesempatan itu Budi pernah menanyakan soal sumber ide pengiriman pesan berisi ancaman itu kepada P. Selain akhirnya mengetahui motif P yang hanya iseng semata, Budi mengetahui ternyata P mengirim pesan itu terinspirasi dari tayangan televisi.

“Dia bilang seperti itu kepada saya. Hal itu bisa dimaklumi karena P masih belum mempunyai kontrol yang baik mengingat ia masih anak-anak,” ungkap Budi.

Ia menambahkan, penyidik Satreskrim Polresta Solo diharapnya tidak menahan P agar dapat bersekolah layaknya siswa lainnya. Terlebih, Senin pekan mendatang bakal ada ujian akhir semester (UAS).

Sementara itu, P masih terus menjalani pendampingan dari Yayasan Sahabat Kapas dan Yayasan Kakak Solo. Petugas dari kedua yayasan itu mendampingi P selama menjalani pemeriksaan di ruang Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Solo.

Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, saat ditemui Solopos.com di sela-sela aktivitasnya mendampingi P, mengatakan kondisi psikologi P mengalami penurunan drastis. P menjadi sangat sensitif. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai keinginan, P menangis. Hal itu dinilai wajar terjadi. Pasalnya, P mendapat tekanan sangat besar karena tidak dapat beraktivitas leluasa. Ia hanya berkutat di lingkup Mapolresta.

“Orang dewasa dapat bertahan menerima tekanan pikiran maksimal tiga hari. Sedangkan P adalah anak-anak. Jadi kondisi psikiloginya yang drop itu wajar saja. Kami sebisa mungkin membangkitkan kembali kondisi psikologinya,” urai Dian.

Ia menambahkan, pihaknya saat ini tengah berupaya mengajukan permohonan tahanan luar kepada penyidik. Agar, P dapat bersekolah seperti biasa dan dapat mengikuti UAS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya