SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — SMA Santo Paulus Solo bertahan dengan jumlah siswa yang minim, rata-rata lima siswa per kelas. Jumlah siswa yang terus turun selama 10 tahun ini, tunggakan SPP, dan hampir sekardus ijazah alumnus yang tidak diambil menjadi masalah.

Berdasar pantauan Solopos.com, Rabu (10/4/2019), ada lima siswa duduk di salah satu ruang kelas. Di ruangan tersebut, tiap siswa menempati satu bangku. Bangku-bangku di bagian belakang ruang kelas tampak kosong.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Para siswa mendengarkan apa yang diajarkan guru mata pelajaran Geografi. Tak jarang mereka bertanya langsung. Siswa yang lain sibuk menggarisi isi buku.

Kelima siswa tersebut bersekolah di SMA Santo Paulus di Jl. dr. Rajiman No. 659, Pajang, Laweyan, Solo. Meski jumlah murid terus menurun dalam 10 tahun terakhir, sekolah tersebut bertahan. Sekolah yang terakreditasi B itu juga menampung siswa dari berbagai daerah.

“Terkadang kami terpaksa bergabung dengan SMK Santo Paulus untuk berkolaborasi dalam kegiatan belajar-mengajar. Contohnya seperti kegiatan ekstrakurikuler, kami selalu bergabung dengan SMK Santo Paulus,” kata Kepala SMA Santo Paulus, Theresia Suharyanti, saat ditemui Solopos.com pada Rabu.

Menurut Theresia, mayoritas kondisi ekonomi para siswa adalah menengah ke bawah. Hampir semua siswa tidak dapat membuat SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) karena berasal dari luar Solo seperti Kalimantan dan Papua. Padahal, kebanyakan pekerjaan wali atau orang tua murid adalah pedagang kaki lima, buruh serabutan, dan pedagang makanan.

Ia menambahkan sekolah tersebut memang dirancang untuk menampung para siswa yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

“Untuk uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan [SPP], kami sesuaikan dengan kemampuan para wali atau orang tua siswa. Kami juga mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah [BOS]. Para siswa yang tidak mampu membayar SPP kami beri potongan 50% karena yang 50%-nya ditanggung BOS,” tutur Theresia.

Para lulusan SMA Santo Paulus juga masih banyak meninggalkan ijazah. Jumlah ijazah yang tertinggal di sekolah tersebut hampir satu kardus. Mayoritas para lulusan tidak berminat mengambil karena sudah bekerja di luar Kota Solo.

“Padahal kami sudah melakukan promosi gencar ke tiap SMP swasta di Solo. Kami pun melakukannya di luar Kota Solo seperti Sukoharjo dan Klaten. Kami telah memasang spanduk-spanduk di beberapa tempat tempat di Solo,” lanjut Theresia.

Yayasan Santo Paulus mempekerjakan 15 guru di sekolah tersebut. Sumber dana dari SPP para murid dan Yayasan Santo Paulus. Hingga kini, jumlah siswa Kelas X ada lima orang, Kelas XI ada lima orang, dan Kelas XII ada enam orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya