SOLOPOS.COM - Kepala SMA Negeri 1 Pengasih, Ambar Gunawan dan sejumlah siswa tampak mengenakan busana adat Jawa dalam acara pengumuman kelulusan di sekolah tahun ajaran 2015/2016. (Istimewa/Dok.Sekolah)

SMA N 1 Pengasih menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan lokal dengan kurikulum sekolah

Harianjogja.com, KULONPROGO – Misi menanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan lokal disampaikan SMA Negeri 1 Pengasih melalui berbagai kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Peserta didik diharapkan selalu termotivasi melestarikan budaya sendiri meski hanya diwujudkan dalam hal sederhana.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

SMA Negeri 1 Pengasih terletak di Jalan KRT Kertodiningrat No.41 Desa Margosari, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo. Berbagai prestasi telah ditorehkan sejak berdiri pada 1991 lalu, baik di bidang akademik, olahraga, maupun seni. Seiring dengan capaian tersebut, mereka tidak lupa untuk tetap menjaga kelestarian budaya daerah.

Kepala SMA Negeri 1 Pengasih, Ambar Gunawan mengatakan, upaya menumbuhkan rasa cinta budaya daerah menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Salah satunya melalui mata pelajaran Bahasa Jawa yang tidak hanya mengajarkan dan membiasakan peserta didik menggunakan bahasa daerah.

Mereka juga dikenalkan dan diingatkan kembali dengan berbagai upacara adat dan tradisi. “Itu juga disertai dengan tayangan video atau visualiasi lain sehingga siswa lebih paham,” ucap Ambar kepada Harianjogja.com, Kamis (11/8/2016).

Pada mata pelajaran Seni Musik, anak-anak diajak mempelajari bermacam-macam lagu dan alat musik. Guru pun mengenalkan alat musik gamelan dan seni karawitan. Mereka yang tertarik belajar lebih jauh kemudian difasilitasi dengan adanya ekstrakurikuler karawitan.

SMA Negeri 1 Pengasih juga beberapa kali mengadakan sosialisasi seputar kebudayaan daerah dengan mengundang narasumber ahli. Ambar mengungkapkan, sekolah pernah mendatangkan Dosen Bahasa Jawa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), perwakilan Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulonprogo, hingga seorang dalang wayang.

Ambar lalu memaparkan, SMA Negeri 1 Pengasih pun pernah menyelenggarakan pertunjukkan wayang kulit yang juga terbuka untuk masyarakat sekitar. Acara itu diadakan tahun lalu sebagai rangkaian perayaan peringatan tiga windu hari jadi sekolah.

Pertunjukkan wayang juga dimeriahkan berbagai hiburan agar penonton semakin antusias, termasuk pada siswa. “Harus dikemas semenarik mungkin dan banyak unsur hiburan karena anak-anak muda sekarang kebanyakan kurang tertarik dengan pertunjukkan wayang,” kata Ambar.

Pada hari tertentu, seluruh guru, karyawan, dan peserta didik diwajibkan mengenakan busana adat Jawa. Misalnya saat perayaan ulang tahun sekolah, hari kartini, dan seremonial pengumuman kelulusan. Hal itu diharapkan meningkatkan kebanggaan dan rasa memiliki terhadap kebudayaan sendiri di tengah perkembangan dunia moderen.

“Posisi sekolah sangat strategis untuk upaya penanaman budaya. Namun, hal itu memang tidak mudah sehingga membutuhkan dukungan orang tua siswa dan masyarakat,” ujar Ambar.

Seorang siswa SMA Negeri 1 Pengasih, Elfaza Hana Firdausi merasa selalu tertarik dengan berbagai kegiatan terkait pelestarian budaya. Dia pun tidak mengaku antusias saat harus mengenakan pakaian adat Jawa ke sekolah. “Dulu asik juga waktu belajar main gamelan di pelajaran seni budaya saat,” tutur siswa kelas XI IPS II itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya