SOLOPOS.COM - Seniman, Butet Kartaredjasa memberikan penghormatan terakhirnya pada jenasah dalang wayang suket Slamet Gundono saat disemayamkan di pendapa Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Solo, Minggu (5/1). Hal itu dilakukan sebagai wujud penghargaan keluarga besar seniman Solo untuk menghargai rekam jejak Slamet Gundono yang meninggal dunia Minggu (5/1/2014) pagi tadi. (Maulana Surya/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Duka menyelimuti panggung seni pertunjukan Tanah Air. Salah satu sosok seniman yang dikenal dengan kreativitas, inovasi, dan berani bermain di luar pakem, Slamet Gundono, 47, tutup usia di RSIS Yarsis, Kartasura, Sukoharjo, Minggu (5/1/2014), pukul 08.30 WIB.

Dalang wayang suket ini meninggal dunia setelah enam hari bergelut dengan penyakit komplikasi yang menyerangnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pelataran RSIS Yarsis, Minggu siang, tampak riuh rendah. Puluhan seniman dan budayawan Tanah Air berduka bersama untuk mengantarkan kepergian salah satu sosok seniman muda berbakat Negeri ini.

Ketika pihak keluarga menanti proses penyucian jenazah di rumah sakit setempat, pelayat terus berdatangan untuk memberikan dukungan moral, di antaranya Sardono. W. Kusumo, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Suprapto Suryodarmo, Ki Manteb Soedharsono, Eko Supriyanto, Endah Laras, Mugiyono Kasido, Dedek Wahyudi, Danis Sugiyarto, Joko Bibit Santoso, Hanindawan, dll.

Kerabat Slamet Gundono, Sri Waluyo, mengutarakan pamannya setahun belakangan menderita penyakit hepatitis. Kondisi kesehatannya sempat menurun pada Selasa (31/12) dan membuat dalang asal Tegal ini dilarikan ke rumah sakit.

“Sejak dinyatakan masuk fase kritis Jumat [3/1] lalu kondisinya terus menurun. Penyakit hepatitisnya mulai menjalar ke hati, ginjal, paru-paru, hingga jantung. Sampai akhirnya Minggu pagi ini Om Gundono meninggal dunia,” terangnya saat ditemui di RSI Yarsis, Minggu siang.

Waluyo mengungkapkan di mata keluarga, Gundono bukanlah sosok yang hobi mengeluh. Tak heran, jika kabar sakit dan kepergiannya ini sempat mengejutkan banyak pihak.

“Om itu kalau sakit enggak mau ngomong. Dia enggan berobat. Makanya banyak yang kaget,” ungkapnya.

Visioner

Ditemui saat melayat ke RSI Yarsis, koreografer Eko Supriyanto, mengenang Slamet Gundono sebagai sosok seniman serba-bisa yang pantas dikenang seniman muda.

“Beliau bisa apapun, mulai tari, musik, wayang. Menariknya dia tidak pernah membedakan genre dalam seni. Kepiawaiannya berbaur itu yang membuat kami kehilangan,” kata lelaki yang akrab disapa Eko Pece ini.

Selain dikenal lantaran kemampuannya berkesenian, lanjut Eko Pece, Slamet Gundono juga dikenal sebagai sosok visioner di kalangan seniman muda.

“Karya beliau sangat fenomenal dan dekat di hati, baik seniman dan rakyat. Idenya selalu segar dan di luar kewajaran, tapi substansinya masuk ke realitas yang sebenarnya. Bisa dibilang konsepnya lebih maju dibanding seniman lainnya,” kesannya.

Sementara itu, seniman sekaligus budayawan, Suprapto Suryodarmo, menilai Slamet Gundono merupakan salah satu aset Indonesia. Keberaniannya menggarap isu sosial berbasis kemanusiaan menjadi salah satu warisan yang bisa dikenang para penikmat karyanya.

“Gundono itu sangat kritis dan berani menggarap isu sosial, bahkan saat Orde Baru. Keberaniannya berdasarkan semangat kemanusiaan bukan fanatisme. Itu yang membuatnya dihargai di berbagai ponpes di Indonesia. Di samping itu karyanya juga beragam. Dia sangat disayangi rekan seniman karena kepedululiannya pada nasib sesama rekan seniman,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya