Kolom Jogja
Jumat, 18 Maret 2011 - 13:20 WIB

Skenario indah

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami sunggguh akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim:7).

Beberapa tahun yang lalu dua orang santri mengikuti tes seleksi calon penerima beasiswa di sebuah Universitas di Yaman. Dan alhamdulillah dua santri kebanggaan kami itu pun lulus. Namun ternyata yang tersedia adalah beasiswa studinya (termasuk akomodasi selama di sana), sedangkan untuk keberangkatan dan segala macam bentuk urusan administrasi menjadi tanggungan pihak penerima beasiswa.

Advertisement

Akhirnya salah seorang dari mereka dengan berat hati harus menerima kenyataan untuk mengubur mimpi mendalami ilmu agama di negeri leluhur Wali Songo, Hadramaut.

aSebagai manusia yang tidak luput dari khilaf ia pun sempat memprotes keadilan Allah. “Apakah pendidikan, bahkan pendidikan agama yang fardu ‘ain (kewajiban yang membebani masing-masing individu) sekalipun, hanya untuk orang-rang kaya?” gerutunya. Walaupun berat ia memang harus menerimanya. Sesekali ia mencoba menangkan diri dengan merenungkan nasehat Kyainya bahwa tanpa ke Hadramaut asalkan serius hasilnya tidak kalah. Bisa jadi justru di pondoknya malah lebih bermanfaat.

Advertisement

aSebagai manusia yang tidak luput dari khilaf ia pun sempat memprotes keadilan Allah. “Apakah pendidikan, bahkan pendidikan agama yang fardu ‘ain (kewajiban yang membebani masing-masing individu) sekalipun, hanya untuk orang-rang kaya?” gerutunya. Walaupun berat ia memang harus menerimanya. Sesekali ia mencoba menangkan diri dengan merenungkan nasehat Kyainya bahwa tanpa ke Hadramaut asalkan serius hasilnya tidak kalah. Bisa jadi justru di pondoknya malah lebih bermanfaat.

Ada pula pertanyaan yang cukup menohok dari seorang sayyid. “Menuntut ilmu harus lurus dulu niatnya, semata-mata karena Allah. Jangan-jangan kegagalan keberangkatan karena ente pengin gelar Lc. Pulang jadi dosen atau ustaz kondang?” (yang mungkin jika dilanjutkan: “Lalu terkenal alimnya, jadi menantu kyai.”).

Ia berangsur memahami apa rahasia Allah tidak mengizinkannya. Mulai dari koreksi atas niatnya yang mungkin masih belum bersih, kemudian bagaimana ia begitu diperlukan di tengah-tengah keluarganya ketika salah seorang saudaranya sakit, disusul gempa 2006 yang menuntut tanggung jawabnya sebagai satu-satunya anak laki-laki. Kemudian ketika ia mendapatkan beasiswa kuliah walaupun di dalam negeri, ia mendapati indahnya mengemban amanah menjadi pengurus pondok hingga menjadi staf pengajar yang didukung kedewasaan berpikir seiring bertambahnya usia dan ilmu yang diperoleh. Hal itu membuatnya semakin memahami skenario indah dari Sang Maha Indah.

Advertisement

Tentunya dapat dibayangkan bagaimana perasaan mereka ketika membaca novel dan cerpen Kang Abik (Habiburrahman El Sirazy), tetraloginya Andrea Hirata, dan juga Negeri 5 Menara-nya Ahmad Fuadi. Semuanya menceritakan kesuksesan si tokoh utama belajar di luar negeri. Kualitas pendidikan di tanah air yang cukup memprihatinkan menambah sedapnya kekecewan mereka.

Barulah ketika berita Mubarak jatuh, yang efek dominonya kemudian merembet ke beberapa tetangga dekatnya, maka yang terdengar justru ungkapan syukur atas “ketidaksuksesan” mereka merantau ke negara-negara yang gejolaknya masih menghiasi berbagai media.

Tentunya kisah nyata teman-teman santri tadi juga pernah terjadi pada semua orang. Misalnya ada yang semula kecewa akan kegagalannya belajar atau bekerja ke Jepang. Baru mereka nikmati kasih sayang Allah ketika mendengar gempa dan tsunami yang masih disusul ancaman radiasi nuklir yang menimpa bekas “saudara tua” kita itu.

Advertisement

Akhirnya, sebagaimana kajian kita beberapa edisi yang lalu. Manusia bolehlah berencana, namun Allah lah yang menentukan. Setelah berikhtiar dengan usaha dan doa, semua kita serahkan pada-Nya. Skenario indah-Nya lah yang akan dipentaskan.

Musibah tidak juga selalu berarti azab, namun sebagai ujian. Walaupun satu tempat dan satu macam bentuknya, namun bisa jadi hakekatnya beda. Bagi si A merupakan ujian, bagi B peringatan, sementara bagi C adalah azab. Begitu juga dengan kelebihan-kelebihan nikmat. Bahkan justru ujian berupa kenikmatan lebih sulit terlampaui.

Orang bisa jadi tetap sabar dalam keadaan miskin atau lemah. Namun ketika menjadi kaya atau berkuasa justru menjadi bakhil dan takabur. Sebagai penutup, marilah kita panjatkan do’a,  “Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wasyukrika wahusni ‘ibadatika.” Ya Allah tolonglah hamba untuk mengingat-Mu, bersyukur dan bagusnya ibadah kepada-Mu.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif