SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma'ruf Amin memperkenalkan jajaran menteri Kabinet Kerja II di tangga veranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). (Antara-Wahyu Putro)

Solopos.com, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan tujuan penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri terkait penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara (ASN) dan PP No 77/2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan.

"Sebenarnya lebih ke sebuah panduan bahwa pendekatan untuk deradikalisasi itu pendekatan yang komprehensif, tidak hanya pendekatan keamanan, pendekatan komprehensif itu bisa melalui pendidikan edukasi, perbaikan infrastruktur sosialnya, infrastruktur pendidikan, perbaikan dan lain-lain," kata Moeldoko di KSP Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

SKB tersebut diterbitkan pada 12 November 2019 bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. Para menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Picu Debat Sengit, Fahri Hamzah Sebut Isu Radikalisme Hanya Proyek

Selain itu ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.

Salah satu poin yang ada dalam SKB ini adalah menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Wapres Maruf Amin: Jangan Sampai Guru Ngaji Ajarkan Radikalisme

"Intinya bahwa deradikalisasi itu jangan hanya didekati dengan pendekatan keamanan, tetapi jauh lebih penting menurut saya pendekatan-pendekatan kesejahteraan, pendekatan pendidikan, kesehatan dan seterusnya. Hal itu jauh melampaui dari yang kita pikirkan, seolah-olah itu deradikalisasi hanya pendekatan keamanan," ungkap Moeldoko.

Pelanggaran

Ada 10 jenis pelanggaran yang dimasukkan dalam SKB itu dan bisa dilaporkan antara lain adalah menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah; menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar-golongan; menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repostInstagram, dan sejenisnya).

Menag Fachrul Razi: Cari Tuhan di Medsos Rentan Terpapar Radikalisme

Selanjutnya membuat pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan; menyebarluaskan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial; mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah; mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;

Masih ada menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagai mana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislikes, love, retweet, atau comment di media sosial; menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah;
serta melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Passing Grade CPNS 2019 Turun Karena Soal Radikalisme, Netizen Sewot

Sedangkan PP No 77/2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan mengatur pencegahan melalui Kesiapsiagaan Nasional, dan Kontra Radikalisasi, dan Deradikalisasi.

Pertama, Kesiapsiagaan Nasional. Program ini dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, perlindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, dan pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme.

Busyro Kritik Pidato Fachrul Razi: Menag Kok Urus Radikalisme

Kedua, Kontra Radikalisasi. Program ini dilaksanakan terhadap orang atau kelompok yang rentan terpapar paham radikal terorisme. Kontra Radikalisasi ini dilakukan melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.

Ketiga, deradikalisasi. Program ini dilakukan terhadap tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana tindak pidana terorisme, dan mantan narapidana terorisme, atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya