Jakarta–Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Sjahril Sabirin membantah terlibat kasus dugaan suap US$ 1,3 juta dalam percetakan uang pecahan Rp 100.000 oleh perusahaan Australia.
Sjahril hanya mengurusi soal kebijakan, bukan pelaksanaan. “Dia setuju dicetak di sana dan segala-galanya. Tapi ketika ada permainan di tingkat bawah tidak tahu,” kata pengacara Sjahril, M Assegaf, usai menghadiri sidang praperadilan Susno Duadji di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis (27/5).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Meski proyek percetakan pada 2001 itu terjadi di saat Sjahril menjabat, dia menegaskan sepenuhnya urusan itu berada di biro yang paling bawah yang mengurusi percetakan.
“Gubernur hanya pada tataran kebijakan. Saya juga yakin yang dimaksud S itu bukan Sjahril. Itu keputusan corporate, tapi ketika main di bawah Sjahril tidak tahu menahu,” ujar Assegaf.
Kasus pencetakan uang pecahan Rp 100.000 oleh Securency International and Note Printing Australia, anak usaha bank sentral Australia atau Reserve Bank of Australia (RBA) memunculkan ‘bau tak sedap’ dan diduga bernada suap.
Pejabat senior dari BI berinisial ‘S’ dan ‘M’ dikabarkan menerima suap hingga US$ 1,3 juta atau sekitar Rp 12 miliar untuk memenangkan kontrak pencetakan uang kepada anak usaha RBA.
Perwakilan anak usaha RBA di Indonesia, Radius Christanto, antara tahun 1999 hingga 2006 secara eksplisit disebut mereferensikan nilai suap yang besar ke pejabat BI, seperti tertuang dalam fax ke Securency International and Note Printing Australia atau Peruri Australia pada 1 Juli 1999.
dtc/ tiw