SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KARANGANYAR — Ida Ayu Riski Susilowati, 20, siswi SMK Bhakti Karya Karanganyar yang sempat viral karena sekolah sambil jualan cilok untuk menghidupi dirinya dan adiknya ternyata sempat berhenti sekolah selama empat tahun selepas SMP.

Ida yang kini tinggal di Kebonagung Kulon, RT 006/RW 006, Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar, juga mengaku pernah melakukan sejumlah pekerjaan lain seperti jadi tukang sol sepatu keliling dan tukang parkir di Bekasi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat ini Ida sudah kembali bersekolah dan duduk di kelas XII jurusan Akuntansi SMK Bhakti Karya Karanganyar. Untuk membiayai hidup dan sekolah dirinya serta adiknya, Ida tiap hari berjualan cilok.

Ia bangun tiap pagi pukul 02.00 WIB untuk membuat cilok dan berangkat ke sekolah pukul 06.10 WIB. Dia menempuh perjalanan 5 km dari rumah ke sekolah naik sepeda onthel membawa gerobak cilok di boncengannya. 

Sampai di sekolah teman-teman Ida langsung mengerumuninya untuk membeli cilok. Anak pasangan Tumiyati dan Sukirno itu cekatan melayani pembeli. Satu butir cilok sayur Rp500. Rasanya gurih. Ida mencampur adonan tepung dengan daun bawang, wortel, sosis, bumbu, dan lain-lain.

Pagi itu, Ida mengantongi Rp80.000. Dari jumlah itu, Rp50.000 untuk kulak bahan dan sisanya disimpan untuk biaya sekolah dan makan. Ciloknya sudah nyaris habis sehingga ia tak perlu berkeliling lagi sepulang sekolah.

Berbincang dengan Solopos.com, Ida mengaku berjualan cilok sejak kelas XI semester II. Ida harus bekerja keras membiayai sekolahnya karena sejak pengelolaan SMA/SMK berpindah ke pemerintah provinsi, tidak ada lagi sekolah gratis. Ida anak yatim. Ayahnya, Sukirno, meninggal dua tahun lalu. Ibunya berjualan sayur di Bekasi.

Ida tinggal terpisah dari orang tua dan delapan saudaranya demi mengejar mimpi melanjutkan sekolah setelah lulus SMP di Bekasi. Ida sempat tidak bersekolah selama empat tahun setelah lulus SMP. Alasannya ekonomi. Kondisi itu membuat Ida dan adiknya, Sudrajat Aryatmoko Saputra, 16, merantau dari Bekasi ke Karanganyar.

Sudrajat duduk di kelas X di sekolah yang sama dengan Ida. Mereka tinggal bersama nenek (ibu dari Tumiyati), Marikem. Tetapi, dua bulan lalu kakak beradik itu tinggal sendiri karena Marikem meninggal.

“Saya ke Karanganyar ingin sekolah lagi. Saya tanya ke Lik [sebutan untuk paman] ada sekolah murah di Karanganyar. Dia bilang ada gratis. Lalu ke sini [Karanganyar]. Tetapi kelas II [XI] mulai bayar. Saya jualan supaya tetap bisa sekolah,” tutur Ida menggunakan logat Sunda.

Tidak ada raut sedih di wajah Ida saat berbincang tentang kehidupannya. Termasuk saat bercerita dirinya pernah menjajakan jasa sol sepatu keliling hingga menjadi tukang parkir di Bekasi.

Ida mengaku tidak malu saat berangkat sekolah sembari berjualan cilok. Bahkan kegiatannya itu tidak mempengaruhi prestasi di kelas. Ida selalu meraih ranking sepuluh besar di kelas. “Ngapain malu. Kata mamah saya selagi halal enggak usah malu. Untuk mencicil biaya sekolah dan makan sama adik. Saya enggak berharap kiriman uang [dari ibu maupun saudara] karena ibu membiayai satu adik di Bekasi. Mau mandiri saja,” tutur dia.

“Kalau disyukuri enggak capek meskipun jam tidur enggak lama. Cita-cita saya dulu banyak. Pernah mau ikut tinju enggak boleh. Jadi tentara juga enggak boleh. Sekarang ikutin saja alurnya,” imbuh Ida sambil terkekeh.

Di sela-sela berbincang, bocah lelaki mengenakan seragam olahraga setengah berlari menghampiri Ida. Dia adiknya, Sudrajat.

Menginspirasi Teman

Bocah lelaki itu berbisik di dekat telinga kanan Ida. Lalu Ida mengulurkan dua lembar Rp5.000 kepada adiknya. Setelah itu Sudrajat berlalu. Sudrajat meminta uang saku kepada Ida.

“Saya akan mengusahakan adik saya terus sekolah sampai lulus. Jangan sampai dia putus sekolah seperti saya dulu,” ungkap dia.

Teman Ida, Yohanes Dwi Ariyanto dan Anita Maisaroh, mengagumi sosok Ida. Menurut mereka kehidupan dan kegigihan Ida menginspirasi teman-teman yang lain. “Ida hidup sederhana, enggak gengsi. Kami meniru semangat itu. Salut banget. Dia ramah, suka menyapa orang,” tutur Anita.

Hal senada disampaikan Wali Kelas XII Akuntansi SMK Bhakti Karya Karanganyar, Hendri Kismita, 28. Ismi, sapaan akrabnya, melihat Ida sosok pekerja keras, pantang menyerah, dan rajin.

Kepala SMK Bhakti Karya Karanganyar, Sutarno, menyampaikan sekolah pernah menawarkan bantuan kepada Ida untuk mendukung usaha ciloknya. Tetapi, Ida menolak secara halus. 

“Jadi dia enggak mau merepotkan orang lain, enggak mau dikasihani. Maka kami dukung usahanya supaya dia bangga. Tanggung jawab membantu adiknya juga. Dia ini aset kami. Memberikan inspirasi kepada teman-teman yang lain. Saya salut dengan semangatnya,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya