SOLOPOS.COM - Ilustrasi kelas. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Peserta didik sebagai subjek pembelajaran memiliki hak untuk mendapatkan kesempatan berkembang berdasarkan ilmu pengetahuan yang selaras dengan nilai-nilai keberagaman atau kebinekaan.

Nilai-nilai keberagaman dan kebinekaan tersebut tentunya ditopang satu nilai besar, yaitu nilai keagamaan dan kebudayaan. Ada nilai-nilai suci dari setiap agama maupun etika moral luhur yang merupakan warisan kebudayaan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan hak itu, setiap siswa akan mendapat pelayanan pembelajaran yang layak dalam kondisi apa pun. Pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), harus bekerja keras dalam mencari solusi, cadangan metode, untuk memenuhi hak anak-anak tersebut ketika suatu kendala yang tak terduga terjadi. Dengan begitu hak belajar peserta didik dapat diterima secara maksimal.

Perihal kendala tak terduga ini, Indonesia sekarang dalam tahap pengembangan manajemen pendidikan. Salah satunya dimulai dari sistem zonasi untuk sekolah, khususnya untuk sekolah menengah atas.

Tujuan Kemendikbudristek membuat sistem zonasi adalah menghapus diskriminasi antara sekolah favorit dan tidak favorit. Dengan adanya sistem zonasi, semua sekolah dipastikan memenuhi konsep keberagaman, ada yang pintar, sedang, dan kurang.

Tidak ada lagi sekolah yang mengaku-ngaku favorit, dan tidak ada lagi juga siswa yang bingung hendak sekolah di mana karena di mana ada sekolah disekitar siswa tinggal, maka dia akan diterima disekolah itu. Penerapan sistem baru oleh pemerintah, khususnya Kemendikbudristek, pastilah tidak akan semulus perencanaanya.

Pada saat implementasi, muncul banyak problem di masyarakat. Mulai dari persoalan KTP calon peserta didik, jarak rumah peserta didik dengan sekolah tujuan yang kurang sedikit, sampai sistem PPDB berbasis online yang membuat para orang tua yang kurang melek teknologi menjadi kesulitan.

Hal tersebut masih pada perspektif problem yang dihadapi orang tua. Pada perspektif institusi sekolah sama saja. Contohnya, bagaimana kagetnya pada pendidik di sekolah yang dulunya sekolah favorit. Para guru menghadapi dan menerima peserta didik yang memiliki keberagaman intelektual dan etika. Banyak guru dan tenaga kependidikan yang mengeluh ketika melayani peserta didik dari sistem zonasi ini.

Ketika sistem zonasi mulai berlangsung, hampir dua tahun lamanya, muncul masalah baru. Sebenarnya ini adalah masalah global atau seluruh dunia, yaitu munculnya pandemi Covid-19 kali pertama Kota Wuhan.

Virus corona penyebab Covid-19 kemudian menyebar ke seluruh dunia. Yang tadinya hanya varian Alpha, virus tersebut bermutasi menjadi puluhan varian. Varian delta merupakan varian terakhir yang paling banyak merenggut korban di seluruh dunia.

Mutasi Covid-19 diperkirakan tidak akan selesai hanya dengan menghitung satuan tahun, tapi bisa puluhan tahun. Varian yang paling baru adalah omicron yang diisukan berbagai pihak di dunia bisa menjadi varian mutasi yang lebih ganas daripada delta dan tentunya kebal vaksin. Munculnya pandemi menciptakan problematika baru bagi dunia pendidikan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Belum lama beradaptasi dengan sistem zonasi, tidak disangka-sangka satu problematika yang lebih besar datang tak diundang.

Mau tidak mau, seluruh sistem pembelajaran diubah. Yang tadinya pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk memutus rantai penularan Covid-19. Bagaimana problem-problem baru muncul? Pertama, soal pelayanan pembelajaran yang tidak maksimal karena komunikasi berbasis gawai terkendala kuota maupun kondisi geografis peserta didik yang membuat sebagian di antara mereka mengalami susah sinyal.

Sebenarnya masih sangat banyak problem yang muncul karena pembelajaran berbasis PJJ. Namun, saya akan langsung membahas benang merah dampak dari beragam problem tersebut, khususnya bagi peserta didik tingkat SMA. Faktanya, sistem zonasi dan PJJ akibat pandemi ini berdampak negatif terhadap peserta didik dan dunia pendidikan pada umumnya.

Walaupun PJJ juga membawa dampak positif, seperti pemerataan teknologi informasi, komunikasi yang merata diberbagai daerah dan lainnya, hingga memajukan akses interaksi antardaerah, namun dampak negatifnya lebih banyak. PJJ berimbas pada peserta didik, baik itu secara mental, etika, dan budi pekertinya. Atmosfer sekolah yang seharusnya dirasakan oleh peserta didik menjadi hilang.

Dalam siklus kehidupan, masalah memang selalu ada. Tetapi, dari setiap masalah atau problem yang hadir, pastilah akan ada solusi yang hadir berdampingan.
Sebagai manusia yang dianugerahi akal dan hati, kita harus terus berusaha belajar, beradaptasi, serta mencari solusi dan jalan terbaik atas problematika yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini.

Penulis adalah guru SMAN 3 Solo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya