SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

ORI Perwakilan DIY menemukan berbagai potensi maladminitrasi

Harianjogja.com, JOGJA–Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menemukan berbagai potensi maladminitrasi pada penyelenggaraan layanan parkir, khususnya di kawasan wisata Kota Jogja.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam pemaparannya di Novotel Hotel, Jalan Jendral Sudirman, Rabu (14/6/2017), ORI Perwakilan DIY membagi potensi maladminitrasi pada penyelenggaraan layanan parkir Kota Jogja ke dalam tiga aspek, yaitu aspek kebijakan, aspek operasional, dan aspek pengawasan.

Dari aspek kebijakan, ORI Perwakilan DIY menemukan beberapa kebijakan yang berpeluang untuk terjadi salah urus, salah satunya adalah pengelolaan parkir yang selama ini menjadi kewenangan lima instansi di lingkungan Pemerintah Kota Jogja.

“Padahal masalah koordinasi antar instansi selama ini selalu menjadi masalah. Pembagian kewenangan antar instansi pun tidak diatur secara jelas,” kata salah satu anggota tim Kajian Sistemik Perparkiran Kota Jogja ORI Perwakilan DIY, Dahlena.

Dahlena mengatakan berdasarkan hasil kajian timnya, lima instansi yang selama ini mendapatkan kewenangan diantaranya adalah UPT Malioboro yang mengurusi Taman Khusus Parkir Abu Bakar Ali, Dinas Perhubungan yang mengatur regulasi di TKP Ngabean dan Senopati, Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada parkir di sekitaran Pasar Beringharjo, masing-masing kecamatan, dan rumah sakit.

“Kami mendorong agar Pemkot Jogja dapat menunjuk institusi tunggal sebagai regulator dalam layanan perparkiran. Walaupun pengelola bisa dilimpahkan ke pihak ketiga. Satu regulator artinya satu kendali, ketika ada keluhan juga akan terkoordinasikan dengan baik,” jelasnya.

Sekretaris ORI Perwakilan DIY ini melanjutkan, dari aspek kebijakan, juga ditemukan permasalahan seperti belum adanya pengaturan yang rinci tentang tempat parkir tidak tetap, kriteria lokasi yang menjadi tempat larangan parkir, dan standar layanan parkir.

Kemudian dari aspek operasional, ORI Perwakilan DIY menemukan berbagai persoalan. Misalnya adalah mengenai informasi tarif yang tidak terpublikasi di beberapa tempat parkir.

Dahlena menyampaikan di TKP ABA hanya ada satu papan penunjuk tarif yang berada di lantai dua, sementara di TKP Ngabean sama sekali tidak ada, begitu pun dengan tempat parkir di depan Kantor Pos Besar DIY.

Persoalan selanjutnya, imbuhnya, adalah adanya dugaan pungutan liar atau pemberlakuan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan. “Ada tempat parkir yang menetapkan tarif progresif, misalnya awalnya Rp1.000, dua jam kemudian berubah menjadi Rp2.000, tapi ini diawal kita sudah dimintai Rp2.000.”

Lebih lanjut Dahlena menyampaikan dari aspek operasional juga ditemukan persoalan seperti maraknya parkir liar yang jauh lebih ramai dari yang resmi, petugas parkir tidak menyerahkan karcis parkir dan tidak mengenakan atribut resmi, pemanfaat TKP yang kurang maksimal, dan sistem pungutan retribusi yang masih bersifat manual sehingga rawan penyelewengan.

“Dari aspek pengawasan dan penindakan, terdapat pula kelemahan-kelemahan yang dapat menjadi celah maladministrasi, seperti penegakan hukum yang lemah, belum terinformasikannya kanal pengaduan untuk keluhan layanan parkir, dan kontrol sosial yang rendah,” jelas Dahlena.

Dalam melakukan kajian mengenai penyelenggaraan parkir di Kota Jogja, ORI Perwakilan DIY sendiri menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka, observasi, wawancara dan Fokus Group Discusion dengan stakeholder terkait.

Ada enam tempat parkir yang menjadi objek kajian ORI Perwakilan DIY, diantara adalah TKP Abu Bakar Ali, Ngabean, Senopati,  tempat parkir di Jalan Sriwedani, Malioboro dua, dan tempat parkir di depan Kantor Pos Besar DIY.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perparkiran DPRD Kota Jogja, Antonius Fokki Ardianto mencurigai adanya keterlibatan oknum dari Pemkot Jogja yang terlibat dalam peningkatan tarif parkir sehingga penegakan hukum menjadi lemah.

Fokki menambahkan, pihaknya saat ini sedang mengusahakan adanya pembatasan kepemilikan lahan parkir melalui Raperda Perparkiran, “Dalam rapat dengan eksekutif, mereka mengakui lahan parkir dikuasai oleh instansi vertikal. Walaupun surat izinnya a, b, c, d, e. tapi semua muaranya institusi vertikal,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya