SOLOPOS.COM - Rini Yustiningsih (Istimewa/Dokumen pribadi).

Solopos.com, SOLO -- Ikatan Cinta (IC) menjadi tontonan favorit keluarga. Perolehan rating IC memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang Cinta Fitri (2009). Hingga akhir Januari 2021, IC meraih rating 14,1. Menempati posisi teratas dibanding tayangan televisi lainnya.

Tidak hanya di lini masa media sosial, dalam kehidupan sehari-hari sinetron yang dibintangi Amanda Manopo (Andin) dan Arya Saloka (Aldebaran) juga jadi obrolan hangat. Tak kalah seru di media sosial, muncullah komunitas pencinta sinetron ini. Ada yang menamakan diri komunitas Micin, akronim dari Emak-emak Ikatan Cinta.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Di warung-warung kelontong hingga sayuran, episode IC riuh dibicarakan. Bahkan, saking ngefans-nya, tetangga saya rela menutup toko sembako lebih gasik, pukul 19.30 WIB. Padahal, biasanya tutup pukul 21.30 WIB.

Itu bukan karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), tapi karena tetangga saya takut ketinggalan episode IC. Memanfaatkan kepopuleran sinetron yang ditayangkan setiap hari ini, ada juga bisnis kuliner yang menamakan paket jualannya dengan nama-nama tokoh IC. Tujuannya biar makin ngehits dan laris.

Bagi saya, tak perlu menghujat mereka para pencinta IC dan memberi label sinetron Indonesia sebagai tontonan tak berkualitas. Soal kualitas setiap pemirsa mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri. Tak perlu juga membandingkan IC dengan drama-drama dari Korea Selatan (drakor) yang khas dengan cerita cinta yang bikin baper.

Toh, setiap tayangan mempunyai pasar. Mempunyai basis penonton masing-masing, yang tidak bisa disamakan satu sama lain, yang tak bisa digebyah uyah. Bukan berarti mereka yang suka drakor atau telenovela mempunyai derajat dan status di masyarakat lebih tinggi dibanding penyuka sinetron Indonesia.

Soal kesukaan tidak bisa dipaksakan. Setiap orang saat ini mempunyai kuasa penuh untuk menyaksikan tontonan yang ingin mereka saksikan. Jadi, biarkan mereka pencinta IC bahagia sejenak di tengah kemelut Covid-19 yang belum berakhir.

Itu hiburan di tengah belum pastinya kapan mereka bisa mengikuti program vaksinasi gratis dari pemerintah. Di tengah situasi mereka belum dipekerjakan lagi oleh pabrik yang merumahan mereka. Bagi pencintanya, IC merupakan hiburan murah. Jadi, biarkan mereka bergembira…

Perilaku Baru

Terlepas dari fenomena kepopuleran IC, bagi saya yang menarik justru tidak ada kehidupan new normal dalam tayangan sinetron Indonesia. Ini tidak hanya di IC, namun sinetron lain yang bertebaran di sejumlah stasiun televisi pun sama.

Tak ada perilaku baru (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak-mengurangi kerumunan) yang digambarkan dalam sinetron itu. Adegan-adegan yang terlihat dalam tayangan itu masih menggambarkan kehidupan yang “baik-baik saja” sebelum pagebluk datang.

Masih ada adegan saling bersalaman, berpelukan, cipika-cipiki saat bertemu, tanpa mengenakan masker, menongkrong bergerombol di kafe, karyawan yang bekerja di kantor tanpa masker, dan lainnya. Pendek kata adegan-adegan itu tak mencerminkan perilaku baru yang dikampanyekan sejak Maret 2020.

Pada November 2020 lalu, saya sempat menyaksikan serial FBI Most Wanted season teranyar. Yang menarik, dari tayangan itu tergambarkan kehidupan new normal di Amerika Serikat sana. Para detektif menggunakan masker saat bekerja menyelidiki kasus, menjaga jarak dengan tidak berpelukan saat bertemu teman.

Ada salah satu adegan seorang kakek dari luar kota saat berkunjung menengok cucunya. Dia menunjukkan hasil tes bahwa dirinya negatif Covid-19. Program pencarian bakat di Amerika Serikat sejak September tahun lalu dikemas tanpa penonton dan berlangsung secara virtual.

Nyaris satu tahun pandemi, tayangan sinetron di televisi kita belum beradaptasi. Padahal, saat ini kita sedang menjalani kehidupan yang berubah 180 derajat. Interaksi fisik dibatasi. Ke luar rumah harus mengenakan masker. Kehidupan yang menuntut kita meningkatkan imunitas dan bergaya hidup sehat.

Laporan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 12 Februari 2021 lalu menemukan 37 acara di 11 stasiun televisi melanggar protokol kesehatan, terutama tidak mengenakan masker. Yang menarik, dari 37 acara itu merupakan acara talkshow dan reality show.

Tindak lanjutnya, pengisi acara-acara itu kini menggunakan masker dan pelindung wajah. Bagaimana dengan tayangan sinetron/film Indonesia? Bagi saya, sambil menunggu dunia kembali normal idealnya sinetron Indonesia menggambarkan kehidupan perilaku baru. Kehidupan yang menggambarkan realitas yang kini terjadi.

Bahwa kehidupan kita sudah berubah. Setidaknya lewat tontonan, masyarakat bisa disadarkan bahwa situasi telah berubah, butuh adaptasi perilaku baru untuk melawan pandemi. Lewat tontonan itu pula, masyarakat juga diajak untuk tak terjebak pada nostalgia keadaan sebelum pagebluk.

Tujuan besarnya pastilah semakin meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan  masyarakat untuk melakoni perilaku baru. Mumpung sinetron di beberapa stasiun televisi belakangan menjadi tayangan favorit, tak ada salahnya masyarakat disuguhi tayangan sinetron new normal. Nah, para Micin dan pencinta sinetron apakah sudah siap?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya