SOLOPOS.COM - Tri Wiharto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sepak bola profesional tak bisa dilepaskan dari tiga unsur utama, yaitu pemilik klub, pelatih, dan suporter. Di kompetisi-kompetisi sepak bola profesional di berbagai belahan dunia, jatuh bangun dan pergantian ”pilar” klub adalah hal biasa.

Banyak pencinta sepak bola menyebut pada era sekarang ini uang adalah kekuatan utama untuk menjadi raja di dunia sepak si kulit bundar tersebut. Pemikiran tersebut tidak salah, meski juga tidak benar sepenuhnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Harus diakui klub-klub raksasa sepak bola di dunia adalah klub-klub yang didukung investasi gila-gilaan. Banyak uang mengalir ke klub-klub raksasa itu. Kita bisa ambil beberapa contoh seperti Manchester City, Paris Saint-Germain (PSG), Manchester United (MU), Barcelona, Real Madrid, atau Chelsea.

Manajemen klub-klub besar itu telah menghamburkan uang demikian banyak demi menjadi raja sepak bola. Terbaru, Chelsea baru saja sah menjadi klub terboros di bursa transfer Liga Inggris musim panas ini. Sejumlah media di Inggris memberitakan Chelsea telah menghabiskan uang sekitar 278,4 juta poundsterling atau setara Rp4,7 triliun. Jumlah yang fantastis.

Bursa transfer adalah tempat beredarnya uang yang berlimpah. Limpahan uang, dana yang mengalir deras itu, tak hanya untuk pembelian pemain, tetapi sering juga untuk mendatangkan manajer maupun pelatih kenamaan.

Kenapa Manchester City begitu ”memaksa” nggondheli (mempertahankan) Pep Guardiola, Liverpool setia dengan Jurgen Klopp, atau Manchester United yang menjatuhkan pilihan kepada Erik ten-Hag dari Ajax Amsterdam?

Jawabannya sangat jelas, yaitu demi kejayaan dan uang. Kejayaan terwujud dengan trofi atau gelar. Uang akan mengalir dari turnamen yang berhasil mereka juarai. Di level nasional di negeri kita,  khususnya Liga 1 musim ini, aturan main sepak bola seperti di atas juga berlaku.

Saat ini banyak para pesohor di dalam negeri yang terjun ke dunia sepak bola. Sebut saja Raffi Ahmad dengan RANS Nusantara (Liga 1), Kaesang Pangarep dengan Persis Solo (Liga 1), Prilly Latuconsina yang mengakuisisi Persikota Tangerang (Liga 3), maupun Attta Halilintar yang memiliki FC Bekasi City (Liga 2).

Pemilik klub adalah ”penguasa” di sebuah klub sepak bola. Dialah yang menentukan arah akan dibawa ke mana klub tersebut. Meski demikian, pemilik tidak bisa berdiri sendiri. Keberadaan pelatih dan suporter juga menjadi aktor lain penentu hitam-putihnya sebuah tim.

Keberadaan suporter tidak bisa dipandang sepele oleh manajemen klub sepak bola. Nilai tawar dari suporter di sebagian besar klub sepak bola sangatlah besar. Meski punya tujuan yang sama, yaitu bersama meraih kejayaan klub, sebenarnya terdapat garis merah yang jelas tentang alasan mereka berada di sebuah tim.

Rasa Memiliki

Tak bisa dimungkiri pelatih dan pemain berada di sebuah klub sepak bola profesional karena profesi. Sebagian besar dari mereka membela klub sebagai bagian dari pekerjaan, karena uang (gaji), dan terikat kontrak profesional. Hanya sebagian kecil dari mereka berada di klub yang dibela murni karena kecintaan terhadap tim tersebut.

Namun, tidak demikian halnya dengan suporter. Mereka berada di belakang klub kesayangan murni karena kecintaan. Bahkan, rasa memiliki dan kecintaan terhadap klub sepak bola bisa tumbuh dalam diri mereka sejak masih kanak-kanak.

Tak mengheran suporter selalu menyuarakan kegundahan mereka ketika klub kesayangan tidak tampil maksimal, apalagi tak berdaya dalam persaingan. Desakan perbaikan tim hingga pergantian pelatih, bahkan pergantian pemilik klub, sering mereka suarakan secara lantang.

Bagi mereka, para suporter, kecintaan dan dukungan terhadap tim kesayangan tak akan tergantikan. Logika mereka sangat simpel. Bagi mereka, pelatih dan pemain bisa dengan mudah berpindah klub kapan pun dan ke mana saja seusai kontrak, namun tidak dengan suporter.

Apa pun kondisi klub, mereka tetap pendukung utama. Suporter sejati tak akan pindah ke mana-mana, tak akan beralih ke tim lain. Kecintaan mereka terhadap klub akan dibawa sampai kapan pun.

Banyak contoh sinergi antara pemilik, pelatih, dan suporter adalah kunci sukses sebuah tim sepak bola. Pemilik Manchester City, Mansour bin Zayed Al Nahyan dan Khaldoon Al Mubarak, memberi kepercayaan penuh kepada Pep Guardiola. Dengan dukungan penuh pemilik dan suporter, Guardiola mampu membawa City menjadi salah satu tim penguasa di Liga Inggris dan disegani di Eropa.

Bersama Guardiola, City berlimpah piala. Meski demikian, masih ada satu piala incaran yang belum tergapai City hingga kini, yaitu trofi Liga Champions (ini sedikit bukti bahwa uang bukan segalanya di sepak bola).

Kemudian, pemilik Liverpool, John William Henry dan Tim Werner, membiarkan Jurgen Klopp memilih sendiri pemain. Kesabaran dan dukungan penuh suporter Liverpool terhadap sang pelatih membuat The Reds mampu meraih semua trofi mayor di semua level di Inggris, Eropa, serta dunia. Semua diraih pada era Klopp sejak ia datang pada 2015.

Di level nasional bisa kita ambil contoh Bali United. Pemilik klub ini selalu bisa mendatangkan sosok pelatih keren sehingga mereka mampu back to back juara Liga 1 musim 2019 dan 2021/2022. Selain itu, dukungan penuh suporter juga tak bisa dianggap sebelah mata pada fakta kejayaan Bali United.

Dengan demikian, dapat disimpulkan keberhasilan sebuah klub sepak bola meramu sinergi antara pemilik, pelatih, dan suporter akan menjadi kunci kesuksesan mereka. Yakinlah!

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya