SOLOPOS.COM - Suasana penanganan korban gempa bumi pada simulasi mitigasi bencana di SD Negeri Tanjungtirto 1, Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Rabu (24/9/2014). (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Sirine tanda bahaya dibunyikan. Suyati, Kepala SD Negeri Tanjungtirto 1, segera memukul kentongan dan menuju lapangan. Teriakan ratusan siswa terdengar dari setiap ruang kelas. Apa yang terjadi? Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Rima Sekarani I.N.

Pagi itu, Kamis (24/9/2014), kegiatan belajar dan mengajar berjalan seperti biasa. Tiba-tiba, terjadi gempa sekitar pukul 08.00 WIB.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Guncangan gempa kontan membuat seluruh warga SD Negeri Tanjungtirto 1 di Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, panik. Guru-guru segera meminta para siswa berlindung di bawah meja.

Gempa tidak juga reda. Seluruh siswa kemudian digiring keluar sambil melindungi kepala mereka dengan tas masing-masing. Setelah gempa berhenti, Suyati meminta setiap guru mengecek jumlah dan kondisi anak didiknya masing-masing. “Kelas II sudah lengkap belum?” tanya Suyati pada seorang guru.

Ternyata, ada beberapa orang yang tidak tampak. Beberapa guru dan karyawan lantas menyisir gedung sekolah. Beberapa siswa dan guru ditemukan dalam kondisi luka berat dan ringan.

Satu per satu dibawa dibawa menuju lapangan dan mendapat pertolongan pertama. Sementara bagi yang luka berat, pihak sekolah segera menghubungi ambulans untuk mengantar korban ke rumah sakit.

Di tengah situasi kepanikan, beberapa orang tua siswa datang mencari anaknya. Guru yang mengetahui itu segera membimbing para orangtua agar segera bertemu anaknya masing-masing.

Sebenarnya, peristiwa pagi itu hanyalah bagian skenario simulasi mitigasi bencana gempa bumi. Namun, kepanikan yang dibuat sedemikian rupa, suara mobil ambulans yang datang dan pergi, serta luka buatan dari para korban, membuat beberapa anak-anak menangis ketakutan.

Guru-guru pun meyakinkan mereka bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Tidak apa-apa. Ini cuma bohongan, tidak beneran. Ibu ambilkan minum tapi sudah ya menangisnya,” bujuk seorang guru.

“Sebelumnya kami sudah pernah simulasi, tapi hanya soal jalur evakuasinya. Kalau dengan penanganan korban, memang baru sekali ini,” kata Suyanti saat ditemui wartawan usai simulasi.

Sementara itu, Camat Berbah, Tina Hastani mengatakan, wilayahnya masuk dalam peta rawan bencana gempa bumi. Hal itu mengingat saat gempa bumi tahun 2006 silam, Berbah menjadi kecamatan yang terdampak paling parah selain Prambanan dan Kalasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya