SOLOPOS.COM - (JIBI/Solopos/Detik)

Solopos.com, JAKARTA –Sidang gugatan sengketa Pilpres 2014 kembali berlanjut, Rabu (13/8/2014), di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

Hakim MK meminta keterangan saksi dari termohon KPU, dan seorang saksi ahli yang juga dihadirkan KPU. Saksi dihadirkan untuk menyampaikan permasalahan sistem noken di Papua yang masuk dalam materi gugatan Prabowo Hatta. Bagaimana penjelasannya?
“Noken sejenis kantong atau tas dari pintalan anggrek atau kayu atau benang yang digunakan masyarakat Papua antara lain untuk tempat hasil pertanian atau perkebunan, tempat ayunan balita pada sebagian etnis, tempat surat-surat penting dan tempat keperluan lain sesuai kebiasaan anggota masyarakat di pedalaman yang jadi tali asih kenangan-kenangan lambang kekerabatan,” papar saksi ahli Sangaji, dikutip detik.com, Rabu (13/8/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu disampaikan dalam kesaksian di gedung MK Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Pada pileg dan pilpres dan pemilu kepala daerah noken digunakan untuk memilih calon anggota legislatif, kepala daerah dan calon presiden dan wakil presiden yaitu sebagai pengganti kotak suara.

Sistem noken ini bervariasi di berbagai pedalaman. Secara umum pemilihan atas dasar kesepakatan bersama sekelompok orang dengan kepala suku. Ada juga yang mengumpulkan masyarakat pemilih di area TPS dan minta pendapat masyarakat dalam permusyawaratan kampung.

“Apakah orang (calon) ini baik dan tidak menurut mereka,” ujarnya. Hasil musyawarah itu kemudian dibawa ke tingkat desa atau PPS.

“Penggunaan noken sejak pemilu pertama di Irian Jaya tahun 1971 sampai pemilu tahun 2014, bahwa sejak pemilu tahun 1971 tidak pernah dipersoalkan penggunaan noken baik di kabupaten maupun di provinsi Papua,” terangnya.

Noken baru dipersoalkan tahun 2009 terkait PHPU Kabupaten Yahukimo. Saat itu MK dalam pertimbangannya tidak membatalkan atau menolak pelaksanaan pemilu dengan menggunakan noken di daerah pedalaman Papua.

Dari perspektif asas pemilu tidak penuhi asas langsung dan rahasia, namun sebagai budaya lokal tidak dinafikan oleh penyelenggara pemilu, sepanjang masyarakat masih mau menggunakan.

“Tinggal bagaimana penyelenggara pemilu perlu mengadminstrasikannya sesuai peraturan yaitu dibuat berita acara secara berjenjang,” tegas mantan ketua KPU Papua itu.

“UNESCO sudah mengakui noken sebagai benda warisan budaya bagi masyarakat Papua, karena ketentuan hanya berlaku di Papua sehingga tidak perlu ditetapkan secara nasional cukup perda khusus,” tambah Sangaji.

Sebagaimana diketahui, sistem noken dipermasalahkan tim Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014 di 14 kabupaten, karena dianggap tidak terjadi permusyawaratan di tingkat kampung. Namun hal itu dibantah KPU dengan bukti C1.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya