SOLOPOS.COM - Ilustrasi korupsi (Solopos-Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SRAGEN -- Fakta baru terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan Ruang Sentral Operation Komer (OK) atau Ruang Sistem Operasi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen pada 2016.

Sidang korupsi RSUD Sragen dengan agenda pemeriksaan saksi itu digelar di dua lokasi berbeda, Senin (15/6/2020). Majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dan tiga orang saksi mengikuti sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara ketiga terdakwa yakni Djoko Sugeng, mantan Direktur Umum RSUD Sragen selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Nanang Y. selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Rahardian Wahyu selaku pengusaha yang menyuplai perlengkapan ruang operasi dari Jerman serta kuasa hukum mereka mengikuti sidang secara daring di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Sragen.

Pernikahan Pasutri Sragen Dibatalkan, Ternyata Paman Nikahi Keponakan

Tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang itu adalah mantan Kasubag Perencanaan RSUD Sragen, Sumarni, perwakilan tim teknis RSUD Sragen, dr. Finuril Hidayati dan Direktur PT Prima Jaya Jakarta, Firmansyah.

Firmansyah diundang sebagai saksi kasus korupsi karena terdapat brosur penawaran barang dari PT Prima Jaya Jakarta yang diduga ditandatangani olehnya.

Brosur penawaran barang itu kemudian dijadikan sebagai bahan PPK untuk menyusun harga penawaran sementara (HPS).

“Dalam menyusun HPS, mestinya PPK melakukan survei harga. Tapi, dia hanya mengandalkan brosur dari PT Prima Jaya itu sebagai acuan. Padahal, brosur penawaran itu terindikasi palsu. Firmansyah merasa tanda tangan dia telah dipalsukan. Nomor surat penawaran itu memang ada, tapi tidak masuk ke Sragen,” terang Kasi Pidana Khusus Kejari Sragen, Agung Riyadi, yang bertindak sebagai JPU kasus korupsi itu saat ditemui Solopos.com di kantornya, Rabu (17/6/2020).

PSK di Lokalisasi Nglangon Sragen Disasar Rapid Test Covid-19

Dalam sidang kasus korupsi itu, Firmansyah bahkan mengancam akan balik melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan dirinya dalam brosur penawaran itu. Dia menganggap hal itu sebagai upaya pencemaran nama baik perusahaannya.

Pagu Anggaran

Firmansyah tegas membantah perusahaannya telah mengirimkan brosur penawaran harga alat kesehatan dalam bentuk mesin seperti yang dibutuhkan dalam ruang sistem operasi RSUD.

“Dijelaskan Firmansyah, perusahaan dia memang bergerak di bidang pengadaan alkes [alat kesehatan], tapi bukan mesin. Perusahaan dia bergerak di bidang pengadaan alkes yang sekali pakai seperti sabun, hand sanitizer, masker dan lain sebagainya. Jadi, itu jelas bertolak belakang,” ucap Agung.

Selain dari PT Prima Jaya Jakarta, PPK pengadaan ruang sistem operasi RSUD Sragen juga menggunakan brosur harga barang dari PT Fabrel Medikatama Solo dan PT Zymma Tangerang. Nama perusahaan terakhir diduga fiktif karena tiga kali surat pemanggilan yang dilayangkan Kejari Sragen tidak direspons.

Sementara saat dihubungi melalui telepon, tidak ada nama perusahaan sesuai alamat yang tertera.

Warga Ndableg Tak Pakai Masker di Sragen Bisa Kena Razia

Menariknya, dalam brosur itu disebutkan PT Prima Jaya dan PT Zyimma sama-sama menawarkan barang dengan harga Rp10 miliar. Sementara PT Fabrel menawarkan harga Rp8 miliar atau sesuai pagu anggaran.

“Dua brosur penawaran dari PT Prima Jaya dan Zyimma ini hanya dipakai sebagai pelengkap administrasi. Ini memunculkan dugaan ada pengondisian supaya pengadaan barang itu dilakukan melalui PT Fabrel yang ditawarkan salah satu terdakwa [Rahardian]. Siapapun rekanan yang menang lelang, dia akan diarahkan untuk membeli barang itu melalui PT Fabrel. Ini terbilang modus baru dalam kasus korupsi,” jelas Agung Riyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya