SOLOPOS.COM - Sidang Jessica (detikcom)

Sidang kopi bersianida ke-25 menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari UII Jogja, Mudzakir.

Solopos.com, JAKARTA —  Sidang kopi bersianida ke-25 kasus pembunuhan Mirna menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saksi ahli hukum pidana, Mudzakir, menjelaskan pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Dalam setiap pembunuhan, pasti ada motif. Tidak mungkin ada orang yang membunuh tanpa motif. Motif itu adalah bentuk dari kesengajaan.

Memilih target pembunuhan adalah ekspresi yang berasal dari motif. Pada umumnya, perbuatan sengaja pasti ada motif. Apalagi pembunuhan yang direncanakan itu pasti ada niat jahat.

“Dalam perbuatan pidana yang disengaja harus ada motif. Tidak mungkin dalam hukum pidana tidak ada motif. Karena kalau sengaja berarti ada niat dan itu bagian membangun motif,” ucap Mudzakir

Mudzakir juga menjelaskan pasal 338 KUHP dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana merupakan perbuatan sengaja. Sehingga, tidak mungkin bila pembunuhan dilakukan tanpa ada niat dan motif.

“Jadi itu harus dibuktikan motifnya apalagi itu dalam bentuk kesengajaan. Apalagi dalam pasal pembunuhan berencana yang direncanakan lebih dulu,” jelasnya.

Tanpa ada motif tidak akan ada tindak pidana. Tidak mungkin merancang untuk membunuh orang tanpa motif. Pembunuhan sulit dibuktikan tanpa adanya motif. Siapa yang berbuat harus bertanggung jawab dan konteksnya adalah kausalitas. Proses pembuktian pidana harus ilmiah. Harus mendapatkan objektivitas dari kausalitas. Bila ada orang yang meninggal karena racun, periksa enam organ tubuh dan dua cairan.

“Autopsi kematian karena racun dilakukan dengan memeriksa enam organ tubuh dan dua cairan. Pemeriksaan terhadap organ tubuh tersebut untuk memastikan kematian seseorang karena racun sebagai penyebab tunggal dan tidak ada sebab kematian lain kecuali karena racun,” ujarnya.

Peraturan pemeriksaan orang meninggal karena racun dengan enam organ dan dua cairan berasal dari Peraturan Kapolri nomor 10 tahun 2009. Peraturan Kapolri tersebut mengatur standrar penyidikan. Saat memeriksa kurang dari organ tubuh dan dua cairan, maka hasilnya bisa diragukan.

Tidak boleh ada keraguan dalam putusan dalam persidangan. Bukti harus original atau asli. Proses penyidikan harus sesuai standar yang berlaku. Bila proses penyidikan tidak standar, maka hasilnya juga tidak pasti dan tidak jelas. Dalam proses penyidikan dan pemeriksaan pembunuhan Mirna Salihin, hanya sampel lambung, cairan urine, hati, dan empedu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya