SOLOPOS.COM - Saksi ahli yang meringankan untuk terdakwa, ahli patologi Forensik Unversitas Indonesia, Djaja Surja Atmadja, memberikan kesaksian dalam sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016). Dalam sidang lanjutan tersebut saksi ahli menyatakan Mirna tidak meninggal akibat sianida karena temuan barang bukti sisa sianida sebanyak 0,2 miligram di dalam lambung Mirna dinilai masih berada di bawah batas wajar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sidang kopi bersianida Rabu (7/9/2016) diwarnai perdebatan sengit. Tak hanya itu, ada kejanggalan dalam kesaksian ahli Jessica.

Solopos.com, JAKARTA — Kesimpulan ahli patologi forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. Djaja Surya Atmadja dalam sidang kasus kopi bersianida membuat geger. Kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016), membalikkan kesimpulan para ahli sebelumnya.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Yang paling mengagetkan publik tentu kesimpulannya bahwa kematian Wayan Mirna Salihin bukan karena sianida. Namun di luar itu, jaksa mencatat beberapa kejanggalan, yang salah satunya berujung perdebatan panas di ruang sidang.

Pertama, Djaja menyimpulkan penyebab kematian Mirna bukan keracunan sianida berdasarkan hasil toksikologi terhadap sampel cairan lambung, lapisan lambung, hati, empedu, dan urine. Padahal, dia sendiri mengatakan penyebab kematian hanya bisa disimpulkan setelah dokter melakukan autopsi.

Ekspedisi Mudik 2024

Djaja mengambil kesimpulan dari data hasil pengujian sejumlah barang bukti dari Laboratorium Forensik (Labfor) Polri. Ada tujuh barang bukti (BB) yang diuji toksikologi, yaitu BB I berupa satu gelas sisa kopi Vietnam Mirna, BB II berupa satu botol berupa sisa kopi yang sama, BB III berupa satu botol berisi kopi pembanding, BB IV berupa satu pipet cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah kematian, BB V berupa toples berisi sampel lapisan lambung Mirna, BB VI berisi empedu dan hati, dan BB VII berisi urine.

Kedua, dia menyangkal kesimpulan ahli toksikologi sebelumnya, Dr Nur Samran, soal sianida dalam sisa kopi Mirna. Dalam data toksikologi yang dikeluarkan Labfor, sisa kopi di gelas (BB I) mengandung konsentrasi sianida 7.400 mg/l dan sisa kopi di botol (BB II) mengandung konsentrasi sianida 7.900 mg/l.

Djaja menyangkal tingkat kandungan sianida ini. Saat itu, dia ditanya pendapatnya oleh pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan, soal apa yang terjadi jika ada kandungan sianida sebesar itu. “Mungkin radius 500 m orangnya pingsan semua, tidak mungkin ini,” katanya dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016). “3 mg/l saja bisa timbul gejala.”

Namun belakangan, Djaja mengatakan meyakini hasil uji toksikologi di Labfor itu. Menjawab pertanyaan hakim Binsar Gultom, soal sianida di lambung Mirna, dia kembali merujuk hasil toksikologi itu. “Gini Pak, karena saya menghormati labfor, kalau negatif jangan dipaksakan ada sianida,” katanya.

Ketiga, Djaja menyebut dirinya hanya memperhatikan ada tidaknya sianida di dalam tubuh Mirna. Meski di dalam gelas dan botol berisi sisa kopi Vietnam yang diminum Mirna ada kandungan sianida, Djaja memilih mengabaikannya. Baca juga: Tegang! Jaksa Cecar Kompetensi Ahli Jessica, Otto Meradang.

“Ini kalau saya sendiri, itu impossibel secara forensik. Tapi kita berurusan dengan gelas, kita sama mayat aja Pak. Dokter memeriksa jenazah, kalau ada jenazah diduga keracunan sianida, tapi di dalam lambung sedikit, di liver tidak ada tiosianat, artinya sianida ada [di gelas] tapi tidak masuk,” katanya.

Bahkan, Djaja menegaskan sikapnya itu dengan pernyataan “kita tidak autopsi gelas, kita autopsi manusia”. Sikap itu dipertanyakan oleh jaksa dan menyebut ahli telah berpihak. “Berarti anda berpihak, keberatan kami JPU,” ujar salah satu jaksa. Baca juga: Ahli Forensik UI Pastikan Kematian Mirna Bukan Karena Sianida.

Keempat, alasan Djaja meragukan kandungan sianida 0,2 mg/l dalam lambung Mirna menjadi pertanda korban keracunan sianida. Dia membantah kesimpulan ahli sebelumnya, Nur Samran dan I Made Gel Gel, yang menyebutkan kadar sianida dalam lambung Mirna telah berkurang drastis saat diambil sampelnya.

“Mestinya [kandungan sianida yang mematikan itu] 150 mg/liter, dan saya pasti bisa cium [aromanya]. Kalau dia [kandungan sianida] jadi 0,2 mg/l, itu terlalu drastis. Kalau kadarnya 150 mg/liter, untuk jadi 0,2 mg/lr, berarti harus beratus kali pengenceran, pasti butuh bergalon-galon air. Itu tidak mungkin, kalau ada yang masuk, ya cuma sedikit Pak,” kata Djaja dalam argumentasinya.

Kelima, pengakuan Djaja bahwa yang sianida membuat pingsan adalah gas. Sebelumnya, dia meragukan kandungan sianida dalam sisa kopi Mirna yang mencapai 7.400 mg/l dalam gelas dan 7.900 mg/l dalam botol. Pernyataannya yang meragukan kadar sianida ini memancing pertanyaan jaksa.

“Anda bilang 7.400 mg/l ini terlalu besar dalam minuman. Kalau ahli berkata seperti itu [bisa bikin pingsan], sianidanya dalam bentuk apa?” tanya jaksa Ardito Muwardi. “Sianida itu padat, dia akan beubah sebagian menjadi gas HCN, itu bikin orang teler. Di lab, banyak HCN yang kalau enggak ditutup rapat bikin orang mati,” jawab Djaja.

Setelah dicecar lagi soal wujud kandungan sianida 7.400 mg/l yang bikin teler, Djaja mengakui kondisi itu jika sianida berbentuk gas HCN. “Itu menurut ahli 7.400 mg/l itu kalau HCN ya?” tanya Ardito. Djaja pun mengakuinya. Padahal, diduga kuat sianida dalam kopi Mirna adalah garam NaCN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya