SOLOPOS.COM - Saksi yang juga sahabat Mirna, Hanie Juwita Boon (kanan), bersama sejumlah pegawai kafe Olivier mengikuti rekonstruksi kejadian kasus kematian Wayan Mirna Salihin dalam persidangan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (27/7/2016). Kuasa hukum Jessica sempat mempertanyakan keberadaan sedotan yang dinilai merupakan salah satu fakta perjalanan sianida di kopi Mirna. (JIBI/Solopos/Antara/Yudhi Mahatma)

Sidang kopi bersianida menghadirkan dokter UGD RS Abdi Waluyo. Ada ketidaksesuaian keterangan dokter pertama yang menyebut bibir Mirna tidak kebiruan.

Solopos.com, JAKARTA — Keterangan saksi dokter yang kali pertama menangani Wayan Mirna Salihin, 6 Januari 2016 lalu, menimbulkan satu celah. Saksi kali ini menyebut wajah Mirna saat masuk ke ruang emergency atau unit gawat darurat (UGD) hanya pucat dan tidak biru.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saksi yang dihadirkan pada sidang lanjutan kopi bersianida di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016), adalah dr. Prima Yudo, dokter UGD di RS Abdi Waluyo. Dialah dokter yang menangani Mirna saat kali pertama masuk UGD pukul 18.00 WIB dan melakukan penanganan darurat.

Saat itu, Prima menyebut saat itu kondisi Mirna pucat. Namun, hanya itu saja tanda kasat mata yang diperhatikan Prima. “Ya pucat saja,” katanya. Saat ditanya jaksa tidak ada tanda kebiruan, Prima menjawab tidak melihatnya.

Hal inilah yang menjadi celah dan dipertanyakan oleh pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan. Untuk menunjukkan ketidaksesuaian itu, Otto, membacakan kembali hasil resume medis dari RS Abdi Waluyo yang ditandatangani Dirut RS tersebut, dr Sutrisno, kepada Polsek Tanah Abang.

“Resume medis a.n. Wayan Mirna Salihin, 6 Januari 2016, pukul 18.00 WIB, diantar keluargan, nadi tidak ada, nafas tidak ada, lalu dilakukan resusitasi jantung 15 menit, respons negatif, bibir kebiruan, saya ulangi bibir kebiruan, dan EKG tidak menunjukkan respons. Pasien dinyatakan meninggal di hadapan dokter, pada 18.30 WIB. Jakarta 11 Januri 2016. Dr sutrisno,” kata Otto membacakan surat resume medis tersebut.

Prima kemudian dimintai konfirmasi ulang tentang soal “absennya” tanda kebiruan ini dari keterangannya. Prima pun menjelaskan soal deskripsi tanda-tanda fisik yang disebutkan dalam surat tersebut.

“Saya tidak melihat badan dan bibir, hanya konsentrasi ke nafas. Saya lihat pucat, akral atau sudah dingin, otomatis ya sudah meninggal,” katanya. “Tanda kebiruan dari mana?” cecar Otto. “Itu dari pucatnya, tapi saya tidak bilang seperti lebam, dokter lain yang menyebut,” kata dia.

Prima hanya berkonsentrasi cek nadi dan nafas Mirna karena korban sudah henti nafas dan henti jantung saat datang. Dia juga menemukan tak ada pergerakan dada dan mengecek bola mata. Dari situ, sudah ada kesimpulan ini adalah kasus meninggal sebelum sampai rumah sakit.

“Tapi karena kita tugas menolong, kita sesuai SOP. Kita resusitasi jantung dan paru [RJP]. RJP ini memompa/pacu, apakah bisa ada nafas dan jantungnya lagi, sekitar 15 menit. Saya perintahkan asisten pasang infus, oksigen. Refleks cahaya mengecil, mata terpejam, pupul mengecil,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya