SOLOPOS.COM - TERTAHAN -- Sejumlah anggota Komisi IV DPRD Boyolali menunggu di pos Satpam pabrik PT APG di wilayah Nogosari, Selasa (21/2/2012). Upaya mereka melakukan Sidak gagal karena pihak perusahaan beralasan harus menunggu izin direksi. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

TERTAHAN -- Sejumlah anggota Komisi IV DPRD Boyolali menunggu di pos Satpam pabrik PT APG di wilayah Nogosari, Selasa (21/2/2012). Upaya mereka melakukan Sidak gagal karena pihak perusahaan beralasan harus menunggu izin direksi. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

BOYOLALI – Inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Komisi IV DPRD Boyolali ke perusahaan garmen Agung Perkasa Garmen (APG) di Kecamatan Nogosari kandas. Pasalnya, pihak perusahaan beralasan masih menunggu izin dari direksi sehingga sidak tersebut berakhir di pos Satpam yang berada di depan pabrik, Selasa (21/2/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut rencana, Sidak ini akan mencari tahu perihal adanya laporan terkait standar gaji buruh pabrik yang masih di bawah Upah Minimal Kabupaten (UMK) tahun 2012. Mereka juga akan mengecek laporan adanya limbah perusahaan yang menyebar ke area persawahan warga sekitar.

“Perusahaan ini bagaimana. Kita kemari untuk mengetahui langsung apakah karyawan hak-haknya telah terpenuhi atau belum. Akan tetapi, mau ketemu manajemen saja sulit dan tidak ada respon,” tukas Ketua Komisi IV DPRD Boyolali, Mulyanto di sela sidak. Sejumlah anggota Komisi IV hanya bisa menunggu di sekitar pintu masuk perusahaan. Mereka ditahan satpam dengan alasan harus menunggu izin pimpinan perusahaan yang sedang beristirahat.

Sembari menunggu para anggota dewan menemui beberapa karyawan perusahaan yang sedang berisitirahat. Menurut anggota Komis IV, Agus Ali Rosyidi mengatakan gaji yang diberikan perusahaan kepada karyawan masih jauh di bawah UMK setiap bulannya. Di Boyolali sendiri UMK tahun 2012 sebesar Rp836.000.

“Karyawan rata-rata adalah tenaga lepas harian. Mereka terdiri dari tiga golongan yaitu grade A, B dan C,” katanya. Dijelaskan, karyawan yang bekerja sekitar dua tahun merupakan golongan A gajinya Rp650.000/bulan. Sedangkan yang bekerja satu tahun masuk golongan B gaji Rp550.000/bulan serta yang belum satu tahun gajinya senilai Rp450.000/bulan. Menurutnya, jumlah gaji ini sangat di bawah standar yang telah ditetapkan dari provinsi untuk Boyolali. Padahal, mereka bekerja dari pukul 07.00 hingga 16.00. Gaji yang diterima itu tanpa uang makan dan hanya sekali istirahat selama 30 menit.

Akan tetapi, sidak ini pun gagal dilakukan lantaran tidak bertemu dengan pihak perusahaan. Pasalnya, setelah ditunggu sekitar satu jam, pihak perusahaan tidak segera menemui. Anggota DPRD Boyolali ini hanya ditemui pimpinan HRD APG, Hendro. Namun, bukannya mempersilahkan masuk malah meminta komisi IV menunggu izin direksi. “Perusahaan seperti tidak punya respons. Padahal niat kami ini untuk mengecek sejauh mana perusahaan menyejahterakan karyawannya begitu juga hal-hal lainnya,” papar anggota dewan lain, Tri Suryanto.

Tak hanya dikeluhkan soal upah yang di bawah standar tetapi juga adanya limbah cair sisa produksi yang menggenangi area persawahan warga sekitar. Bahkan, untuk program bina lingkungan pun pihak desa tidak bisa menembus akses perusahaan. “Pihak desa juga gagal meminta bantuan APG untuk memperbaiki jalan rusak di sekitar perusahaan,” kata Nur Iskandar, warga setempat di hadapan jajaran komisi IV.

Komisi IV akan membahas hal tersebut di tingkat komisi DPRD Boyolali. Pihaknya akan memanggil perusahaan serta sejumlah instansi terkait untuk memperjelas penerapan UMK serta hal lain.

JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya