SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Menjadi calon anggota legislatif (CaLeg), atau bahkan calon presiden. Dua posisi itu sangat memikat bagi kebanyakan orang sehingga kita dapati foto-foto calon legislatif yang terpampang di sejumlah tempat yang dianggap strategis untuk dilihat publik. Bukan hanya foto, tapi juga berbagai slogan dan janji perbaikan kondisi masyarakat apabila mereka terpilih sebagai anggota legislatif.

Tentu saja semua itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Malah selain dana, ada hal-hal lain yang mau tidak mau harus dilakukan juga seperti merancang sejumlah program kampanye mulai dari ceramah atau sosialisasi di kelompok-kelompok masyarakat di kampung-kampung hingga membuat pamlet, stiker, kaos, bendera partai dan sebagainya. Itu semua cukup menguras tenaga dan pemikiran. Mungkin saja seluruh potensi yang dimiliki para caleg itu dikerahkan maksimal hingga menguasai pemikiran dan kejiwaannya. Mulai potensi dana, usaha, waktu, pemikiran, perasaan, ketrampilan berbicara, relasi dan lain-lain. Bayangan kemenangan semakin jelas di hadapannya. Mimpi-mimpinya hampir saja menjadi nyata.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Begitulah yang umumnya memasuki ruang fikiran dan jiwa para calon anggota legislatif di negeri kita tercinta ini. Seolah kemenangan segera tiba dan gambaran kenikmatan hidup dengan kekuasaan, harta melimpah dan posisi yang tinggi menari-nari di depan matanya. Kata ‘kalah’ telah lenyap dari benaknya, yang ada hanya ‘menang’. Para caleg begitu terpacu untuk segera meraihnya. Bisa diperkirakan, bagaimana keadaan mereka jika mereka betul-betul menang dan berhasil menjadi anggota legislatif setelah semua usaha, perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukannya.

Ya, pasti luar biasa kegembiraan yang mereka rasakan. Sangat bisa jadi mereka akan segera menyelenggarakan syukuran atas kemenangannya, mengundang banyak orang agar juga mengetahui kemenangannya seraya secara formalitas meminta doa agar bisa mengemban amanah dengan sebaik-baiknya.

Tidak tahu apakah permintaan doa tersebut diucapkan dengan sepenuh ketulusan hati atau sekedar untuk menutupi niat yang sebenarnya : memberitahukan kemenangan dengan bangga. Namun, apa yang akan terjadi jika harapan tidak menjadi kenyataan? Bukan kemenangan yang diperoleh, akan tetapi kekalahan dalam persaingan? Bisa dibayangkan juga bagaimana kesedihan yang dirasakan, kekecewaan yang menggumpal dalam jiwanya, kejengkelan yang tak terkira, setelah semua dana yang dimilikinya habis bahkan hingga berhutang, semua potensi pemikiran dan tenaganya telah terkuras hampir tak bersisa. Goncangan itu demikian dahsyat terasakan dalam jiwa mereka, sebagian mereka bahkan tak mampu menanggungnya hingga tak jarang yang kemudian mengalami stress berat, frustasi hingga terjadi gangguan kejiwaan. Kondisi ini akan berdampak sangat serius bagi kehidupannya secara luas, segala kesuksesannya akan lenyap dan seratus delapan puluh derajat kehidupannya akan berubah drastis. Jika demikian, lalu bagaimana mesti menyikapi kemenangan atau kekalahan dalam persaingan seperti pencalonan anggota legislatif ini?

Menang dan Kalah

Dua keadaan selalu mewarnai kehidupan : baik-buruk, besar-kecil, untung-rugi, termasuk juga menang-kalah. Oleh karenanya, salah satu dari dua kondisi tersebut harus disiapkan. Artinya, setiap orang mesti siap apapun kondisi yang akan menimpa dirinya. Sesungguhnya kemuliaan bukan ditentukan oleh menang atau kalah dalam persaingan yang dilakukan. Kemuliaan derajat, jika ini yang hendak kita capai, lebih ditentukan oleh bagaimana kita menyikapi kemenangan atau kekalahan tersebut.

Islam mengajarkan bahwa kemenangan dan kekalahan adalah dua keadaan yang dipergilirkan oleh Allah SWT bagi manusia. Bagaimana dalam berbagai keadaan, kita bisa tetap mentaati perintah Allah SWT dan inilah makna taqwa yang sebenarnya. Senantiasa melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya, dimana pun, kapan pun dalam keadaaan bagaimana pun. Secara teori konseptual tampaknya sederhana, namun di dataran kenyataan tidak mudah mewujudkannya. Barangkali ada diantara para caleg tersebut dari kalangan pengajar agama (ustadz), namun tatkala menjadi caleg ternyata kehilangan sifat ke-ustadz-annya : ikut-ikutan menyebarluaskan keburukan dan aib orang lain yang menjadi pesaingnya, menghina, mencela hingga –na’uudzubillah- memfitnah saudaranya sendiri sesama caleg.

Meskipun nilai keburukan ini bukan hanya bagi para ustadz, namun secara umum siapa pun yang melakukan berbagai perilaku negatif tersebut tetap saja merupakan keburukan. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, kenyataan di masyarakat memberikan image yang lebih kepada para ustadz atau penyampai agama tersebut. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena memang para penyampai kebenaran itu mestinya menjadi teladan dari apa yang mereka sampaikan kepada banyak orang. Namun demikian, kebaikan perilaku akan mewujud bukan semata karena faktor pengetahuan yang dimiliki, namun juga dipengaruhi oleh kualitas ruhani dan mentalitas seseorang. Dalam konteks kesiapan menghadapi kekalahan, maka keikhlasan dan kesabaran menjadi kunci penting yang mesti dimiliki para caleg tersebut sehingga dengan sikap mental positif tersebut mereka tidak akan mengalami goncangan kejiwaan yang berlebihan yang bisa merusak dirinya sendiri.

Menarik sekali tatkala Rasulullah SAW menggambarkan sikap mental orang beriman : “Sangat menakjubkan keadaan orang beriman! Apapun yang menimpanya akan menjadi kebaikan untuknya, dan  tidak akan terjadi keadaan yang demikian kecuali hanya pada diri orang yang beriman. Jika ia memperoleh nikmat, ia bersyukur, maka kesyukuran itu akan menjadi kebaikan untuknya. Sebaliknya, ketika musibah yang menimpanya, ia pun mampu menyikapinya dengan kesabaran. Dan kesabaran itu juga akan menjadi kebaikan untuknya.” (HR. Muslim). Ya, sabar dan syukur merupakan sifat yang mestinya melekat pada diri orang yang beriman. Kedua sifat ini sekaligus merupakan pembuktian keberimanan seseorang dan alat deteksi untuk mengukur kadar keimanan yang ia miliki.

Oleh karenanya, sebagian ulama menyatakan bahwa iman itu pada hakikatnya terdiri dari dua bagian ; sabar dan syukur. Dengan keduanya semua keadaan akan menjadi kebaikan untuknya. Hati juga akan selalu dalam keadaan baik dan lapang. Maka jiwa dan mentalitas orang beriman akan senantiasa terjaga dalam berbagai kondisi yang dialaminya. Bahkan semua itu akan menjadi akumulasi tabungan kebaikan untuknya di sisi Allah SWT dan manfaat dunia pun akan dia dapatkan. Para ahli kesehatan menyatakan bahwa tidak jarang penyakit fisik yang menimpa sejumlah orang diakibatkan gangguan jiwa dan buruknya kondisi batin.

Di sinilah kita temukan kebenaran hadits Nabi SAW tatkala beliau SAW bersabda : “Ketahuilah bahwa di dalam tubuhmu ada segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhmu, tapi jika segumpal daging itu rusak, maka akan rusak pula seluruh tubuhmu. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Al-Arba’in an-Nawawiyyah oleh Imam Nawawi rahimahullah). Kunci kebaikan, sebagaimana informasi yang diungkap oleh Nabi SAW dalam hadits di atas, ialah hati. Kenapa demikian? Karena di dalam hatilah terdapat kehendak, niat dan motivasi untuk berbuat. Kualitas hati, dengan demikian- dominan menentukan kualitas unsur lain yang dimiliki setiap pribadi. Maka menata kembali keadaan hati akan memberikan pengaruh positif bagi kesiapan seseorang menghadapi berbagai keadaan, baik yang secara umum dianggap sebagai kebaikan ataupun keburukan.

Bagi orang yang memiliki kebersihan hati dan ketenangan jiwa, maka seolah tidak ada lagi keburukan karena apa pun yang dia hadapi justru akan menguatkan prinsip, keyakinan dan imannya sehingga membuahkan makna yang luar biasa bagi dirinya. Upaya memaknai setiap kejadian, inilah yang akan selalu membuahkan kebaikan. Dan upaya ini hanya bisa dilakukan oleh hati yang bersih. hati yang terisi dengan cinta, ridla dan tawakkal kepada Allah SWT. Bagi orang beriman, tidak ada yang sia-sia dari semua yang telah diupayakannya. Ikhtiar dn kerja keras yang dilakukannya akan menjadi kumpulan amal shalih yang tercatat di sisi Allah SWT.

Karenanya, bagi para caleg yang telah berusaha keras, bekerja dengan susah payah hingga hampir-hampir menghabiskan semua potensi yang dimilikinya, tidak perlu merasa kecewa dan sedih karena tidak berhasil menjadi anggota legislatif dalam persaingan pencalonan yang telah diikutinya. Jika memang yang menjadi niatnya hanyalah keridhoan Allah, maka semua yang telah dilakukannya telah tercatat di sisiNya sebagai tabungan kebaikan untuknya di akhirat. Demikianlah, mudah-mudahan Allah SWT senantiasa membimbing kita menjadi pribadi yang kuat, ikhlash, sabar dan tetap teguh meniti jalan kebenaran demi meraih ridhoNya. Inilah yang pasti akan menghadirkan kesehatan tubuhnya dan ketenangan jiwanya. Wallohu a’lam bish showwaab.

Oleh : Sigit Yulianta
(Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Yogyakarta dan Pengasuh Pesantren Tahfizh Qur’an Yatim Nurani Insani
Yogyakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya