SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kalau ada pepatah yang mengatakan bahwa small is beautiful (kecil itu indah), nampaknya tidak terlalu salah. Pepatah itu menemukan kebenarannya, terutama dalam dunia bisnis belakangan ini di tengah tumbangnya bisnis berskala raksasa (korporasi) di tingkat dunia.  Resesi ekonomi di tingkat global telah memporakporandakan bangunan dari ratusan perusahaan kakap (korporasi) kelas dunia. Bahkan, jika tidak ada insentif moneter dan fiskal pemerintahan AS, diprediksikan akan banyak korporasi kakap yang membangkrutkan diri.

Setali tiga uang dengan kondisi perekonomian domestik belakangan ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar, terutama yang berorientasi ekspor, kini mengalami lesu darah. Banyak perusahaan kakap mulai merasakan dampak dari resesi ekonomi global ini. Banyak diantaranya yang mulai berencana mengurangi karyawan (PHK) dan sebagian sudah mulai merumahkan sebagian buruhnya. Sampai kapan kondisi kurang kondusif  ini akan berlangsung, tidak ada satu orangpun yang tahu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nah, di tengah situasi yang kurang kondusif ini, sektor UKM (usaha kecil mikro), menjadi tumpuan harapan. Mereka yang selama ini mendapat predikat gurem, tampil menjadi primadona, yang menjadi rebutan banyak kalangan.

Sebagai salah satu contoh nyata, bank-bank (sebagai lembaga pembiayaan), kini tengah gencar-gencarnya ”menguber-nguber” dan berkompetisi meminang UKM untuk dibiayai. Bank-bank domestik (termasuk bank asing dan bank swasta milik asing) berlomba mengucurkan kreditnya kepada perusahaan gurem.

Komoditas
Ibarat barang dagangan, si gurem sekarang lagi laris manis. Perusahaan kelas UKM, kini tengah diincar banyak kalangan. Sebut saja mulai dari bank-bank kelas kakap yang harus bersaing dengan BPR, Perum Pegadaian Indonesia, Permodalan Nasional Madani (PNM), Kantor Pos hingga Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Keberhasilan BPR-BPR, BRI Unit Desa serta Danamon Simpan Pinjam (DSP) dalam menggarap kredit mikro, ternyata telah mengundang pemain lain untuk ikut nimbrung didalamnya. Bahkan bank-bank asing, belakangan juga tidak kalah agresifnya dalam membidik sektor usaha berskala gurem ini.

Simak saja kiprah Citifinancial, Teras BRI, DSP, Pinjaman HSBC, Rumah DBS, merupakan bentuk perang terbuka bank-bank papan atas dalam menggarap pasar kredit mikro. Si gurem kian menjadi primadona, dan menjadi rebutan banyak pemain. Hal ini bisa dipahami karena pasar UKM sangatlah besar, dan tidak terkumpul di satu daerah tertentu, namun menyebar ke seluruh pelosok tanah air. 

Tak hanya itu tentunya. Mereka juga liat dan kenyal terhadap suku bunga tinggi. Berapapun bunga kredit yang diberikan, rata-rata mereka kuat untuk membayarnya dan tidak rewel. Berbeda halnya dengan nasabah kakap yang seringkali justru rewel dan sensitif suku bunga tinggi.

Dengan kondisi semacam ini, bank-bank yang selama ini belum menggarap sektor retail ini menjadi tertarik untuk masuk didalamnya. Bahkan, dengan jumlah kredit yang sangat kecil, maka jumlah debitur yang bisa dibiayai bank-bank menjadi sangat banyak. Dengan demikian, potensi risiko yang bakal muncul akan tersebar merata ke banyak debitur. tidak hanya terkonsentrasi pada beberapa gelintir debitur.

Berbeda halnya dengan kredit korporasi, yang bisa langsung membangkrutkan bank dalam sekejap, apabila mengalami kemacetan. Intinya, si gurem menjadi komoditas (barang dagangan) yang menarik minat kreditor untuk masuk di dalamnya.

Kisah si gurem menjadi komoditas ternyata tidak hanya terjadi dalam dunia ekonomi. Dalam dunia sosial politik, ternyata menjunjukkan gejala yang sama. Di tengah gencanya partai politik menggalang suara melalui berbagai iklan dan reklame dalam rangka pemilihan umum (pemilu) legislatif mendatang, ternyata banyak diantaranya yang juga membisniskan si gurem menjadi komoditas (barang dagangan). Banyak parpol yang seolah menjadi berpihak kepada si gurem seperti petani, nelayan, ledagang pasar tradisional, serta mereka yang selama ini terpinggirkan.

Si gurem kembali menjadi komoditas menarik, yang diperkirakan bisa mempengaruhi perolehan suara parpol yang mengusungnya. Padahal, keberpihakan pada si gurem, belum tentu benar-benar dilakukan. Para parpol yang mengusung kaum cilik ini bak pahlawan kesiangan. Tanpa kehadiran mereka (parpol dan tokoh politik) pun, para petani, nelayan, serta pelaku ekonomi gurem akan tetap eksis. Kalaupun mereka menang pemilu, belum tentu janji-janji manisnya akan dilakukan. Di sinilah, si gurem benar-benar menjadi komoditas murahan, dan menjadi bulan-bulanan dari fenomena tebar pesona para aktivis dan caleg parpol-parpol peserta pemilu 2009 ini. 

Bagaimanapun juga, membisniskan komoditas si gurem, tidaklah salah. Namun, kalau hanya sebatas itu, sangat disayangkan. Keberpihakan pada si gurem selayaknya dilakukan dengan tulus iklas, tidak sekadar retorika yang dibungkus dalam bahasa politis yang santun.

Pendek kata, dalam menggarap si gurem, harus benar-benar dilakukan dalam koridor ketulusan hati untuk benar-benar menolong si gurem agar mampu berkembang. Para pelaku ekonomi skala UKM memang perlu untuk diberdayakan, karena selama ini mereka hanya menjadi obyek bulan-bulanan, bukan lagi subyek yang harus diperhitungkan keberadaannya.

Untuk itu, semua pihak yang ingin menggarap sektor UKM (usaha gurem), harus tahu diri. Bank-bank yang menggarap sektor UKM misalnya, harus bisa memperlakukan si gurem sebagai entitas (lembaga) yang sama dengan korporasi besar dalam masalah suku bunga misalnya. Hanya dengan cara semacam itu, bank-bank juga tidak sekadar bereforia dalam menggarap sektor UKM karena keuntungannya yang demikian besar (suku bunga mencekik).

Kalau itu bisa dilakukan, berarti bank-bank sudah benar-benar menggarap UKM dengan tulus iklas, tanpa terkesan mencekik dan membisniskan si gurem. Si gurem bukan lagi menjadi komoditas, namun menjadi mitra bisnis yang saling menguntungkan (sinergi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya