SOLOPOS.COM - Perangkat jebakan tikus yang teraliri listrik terpasang di area perasawahan di Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Rabu (29/7/2020). (Solopos.com-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Anjloknya harga jual gabah pascapanen benar-benar membuat kalangan petani di Sragen, Jawa Tengah, rugi besar. Kerugian paling besar dialami oleh para petani yang biasa menyewa lahan.

Sukarno, 56, petani asal Karungan, Kecamatan Plupuh, Sragen, mengatakan hampir semua petani mengeluhkan harga jual hasil panen yang merosot. Hasil panen pada musim sebelumnya biasa ditebas dengan harga di kisaran Rp36 juta/hektare (ha).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kali ini, hasil panen petani hanya ditebas Rp17 juta hingga Rp22 juta/ha. Untuk petani yang lebih dulu merasakan panen, mereka masih bisa mendapatkan harga tebas di atas Rp20 juta/ha.

“Sekarang kalau sawah dia dekat dengan jalan raya, ditawar penebas Rp20 juta/ha. Kalau sawahnya jauh dari jalan raya hanya ditawar Rp17 juta hingga Rp18 juta/ha,” papar Sukarno kepada Solopos.com, Senin (1/3/2021).

Baca juga: Kisah Warga Sragen Kebanjiran, Jalan Kaki 2 Kilometer Usung Gabah dari Sawah

Sukarno termasuk petani yang bisa memanen padi di awal. Karena tak percaya dengan penebas yang menawarkan harga Rp22 juta/ha, Sukarno memilih memanen tanaman padi sendiri.

Ia menyewa combine harvester dan buruh tani. Namun, hasil panen itu hanya laku Rp23 juta atau berselisih Rp1 juta dari harga yang ditawarkan penebas. Padahal, ia memperkirakan hasil panennya bisa laku di kisaran Rp30 juta/ha jika dijual sendiri.

“Biaya produksi itu rata-rata capai Rp15 juta/ha. Untuk pupuk sendiri habis Rp5 juta. Kalau hasil panen cuma dihargai Rp17 juta/ha, dari mana petani bisa untung,” kata dia.

Baca juga: Langganan Banjir Sejak Pertama Dipakai, DPR Nilai Underpass Makamhaji Ora Mutu

Sewa Lahan

Menurut Sukarno, anjloknya harga jual hasil panen paling berat dirasakan oleh petani penyewa lahan. Pasalnya, mereka sudah menyewa lahan Rp30 juta/ha untuk tiga musim tanam. Biasanya, mereka sudah balik modal dalam sekali panen. Namun, pada panen kali ini mereka harus gigit jari.

“Untuk petani sewa, sekarang hancur-hancuran. Mereka hanya berharap harga jual hasil panen bisa kembali normal pada panen kedua dan ketiga,” paparnya.

Baca juga: Makan Korban di Sragen, Pengobatan Sangkal Putung Bisa Digugat?

Seorang warga Sukodono, mengatakan harga jual hasil panen tergantung dengan kondisi gabah yang baru dipanen. Bila dipanen pada pagi hari, harga jualnya lebih anjlok antara Rp3.500 sampai Rp3.800/kg. Bila dipanen pada siang hari, harganya bisa Rp4.000/kg.

“Inginnya petani bisa dipanen siang, tapi mesin panennya itu sudah dijadwal dari pagi sampai sore. Petani tidak bisa memilih waktu panen karena itu tergantung nomor antrean. Kalau tanaman padi ambruk, hasil panen lebih anjlok karena warga gabah bisa berubah jadi hitam,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya