SOLOPOS.COM - SEWA LAHAN -- Suasana Pasar Sangkrah yang terletak di atas lahan PT KAI, di sebelah Stasiun KA Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo. PT KAI menaikkan harga sewa lahan-lahan miliknya termasuk lahan yang ditempat sejumlah pasar di Solo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

SEWA LAHAN -- Suasana Pasar Sangkrah yang terletak di atas lahan PT KAI, di sebelah Stasiun KA Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo. PT KAI menaikkan harga sewa lahan-lahan miliknya termasuk lahan yang ditempat sejumlah pasar di Solo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – PT Kereta Api (KA) Daops VI Yogyakarta menyatakan siap membuka pintu dialog maupun negosiasi dengan Pemkot Solo terkait kenaikan tarif sewa lahan tiga pasar tradisional yang menempati lahan milik BUMN tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pejabat Humas PT KA Daops VI Yogyakarta, Eko Budianto mengungkapkan hal tersebut saat dihubungi wartawan, Rabu (18/1/2012). Eko mengatakan PT KA menyadari beban yang harus ditanggung Pemkot dengan kenaikan tarif sewa lahan tersebut. Namun, PT KA sebagai pemilik lahan juga tidak mau selalu berada di pihak yang dirugikan. “Kami kan juga tidak mau rugi. Tidak adil dong, lahan itu kan milik PT KA, tapi yang menikmati untung pihak lain,” ujar Eko.

Ekspedisi Mudik 2024

Ditanya apa dasar hukum dibenarkannya sewa menyewa antarinstansi di bawah pemerintahan RI, Eko menjelaskan penggunaan lahan untuk tiga pasar itu tidak bisa disebut demikian. Sebab, bukan Pemkot yang menggunakan lahan itu melainkan warga masyarakat yang berjualan dan Pemkot menarik retribusi. Dengan kata lain, Pemkot juga mendapat untung.

Eko mengatakan dalam kasus tersebut, sudah sewajarnya jika PT KA sebagai pemilik lahan mendapat pembagian keuntungan. Dalam hal itu, lanjut Eko, biaya sewa sebesar Rp300 juta sifatnya penawaran dan PT KA sangat terbuka terhadap upaya koordinasi, rembuk, diskusi ataupun negosiasi dengan Pemkot. “Kami sangat terbuka kalau Pemkot ingin membicarakan masalah ini. Kami akan tunggu kedatangan Pemkot dengan tangan terbuka,” katanya.

Mengenai ke mana larinya uang sewa baik dari masyarakat maupun Pemkot, Eko mengatakan uang sewa itu masuk ke PT KA. Sebagai BUMN, PT KA memiliki dua sumber pendapatan yakni yang produktif dan non produktif. Pendapatan produktif berasal dari bisnis utama yakni perjalanan kereta api, sedangkan pendapatan non produktif berasal dari aset berupa tanah dan bangunan.

Sebelumnya, Wakil Walikota (Wawali) Solo FX Hadi Rudyatmo berpendapat persoalan kenaikan tarif sewa lahan PT KA yang berimbas pada kenaikan tarif sewa tiga pasar tradisional perlu diurus. Terkait itu, Pemkot akan membentuk tim dan mengutusnya ke PT KA untuk menanyakan apa dasar hukum pembenar bagi sewa menyewa antarinstansi.

“Kalau itu lahan pemerintah, siapapun yang mengelolanya, mestinya tidak perlu sepeti yang dilakukan PT KA. Sebab yang namanya bumi, air dan semua yang ada di dalamnya sesuai Pasal 33 UUD 1945 kan mestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Rudy, kepada wartawan, Selasa kemarin.

Karena itu, Rudy menambahkan perlu dikoordinasikan dengan PT KA dan ditelusuri dibenarkan atau tidak sewa-menyewa semacam itu. Termasuk uang sewa yang diterima PT KA apakah masuk ke kas negara atau tidak.

JIBI/SOLOPOS/Suharsih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya