SOLOPOS.COM - Ketua DPR Setya Novanto memberikan keterangan kepada wartawan terkait statusnya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Pimpinan KPK kecewa dengan lolosnya Setya Novanto dalam praperadilan.

Solopos.com, JAKARTA — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kecewa dengan putusan praperadilan yang mengabulkan sebagian permohonan Setya Novanto.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan pihaknya kecewa dengan putusan praperadilan yang dibacakan pada Jumat (29/9/2017) sore tadi. Bebasnya Setya Novanto dari status tersangka menyebabkan upaya penanganan kasus e-KTP menjadi terkendala.

“Namun secara institusional KPK tetap menghormati institusi peradilan dan pelaksanaan tugas yang dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku,” katanya, Jumat (29/9/2017).

Lanjutnya, terkait dengan pertimbangan hakim yang kesimpulannya menerapkan tersangka tidak sah, KPK akan mempelajari putusan itu dan segera menentukan sikap dalam waktu dekat.

“KPK memastikan komitmen untuk terus menangani kasus e-KTP yang diduga sangat merugikan keuangan negara. Banyak pihak yang diduga terlibat, telah menikmati indikasi aliran dana dari proyek KTP Elektronik ini tentu tidak adil jika dibiarkan bebas tanpa pertanggungjawaban secara hukum,” paparnya.

Hal ini disebabkan KPK sangat meyakini indikasi korupsi dalam pengadaan e-KTP ini. Bahkan dua orang terdakwa telah dijatuhi vonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam persidangan, Hakim Cepi Iskandar mengatakan surat perintah penyidikan (sprindik) dengan tersangka Setya Novanto yang dikeluarkan pada 17 Juli 2017 lantaran KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto.

Di sampingi itu, bukti yang diajukan oleh komisi antirasuah bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan untuk perkara Novanto, melainkan dalam perkara dengan tersangka Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Cepi menilai hal ini tidak sesuai dengan prosedur penetapan tersangka dalam Undang-udang (UU) No. 30/2002 maupun prosedur standar yang ditetapkan oleh KPK.

Dengan demikian, hakim memutuskan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Novanto yang diterbitkan pada 18 Juli 2017 dianggap tidak berlaku dan memerintahkan KPK agar penyidikan terhadap Novanto dihentikan. Baca juga: Menang Praperadilan, Status Tersangka Setya Novanto Gugur.

Meski demikian, sebagian permhonan Setya Novanto tidak dikabulkan oleh hakim seperti pencabutan pencegahan Novanto dengan bahwa wewenang pencabutan pencegahan merupakan wewenang administrasi lembaga lain yakni Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM yang dimohonkan oleh KPK. Permohonan lain yang tidak dikabulkan adalah melepaskan Setya Novanto dari tahanan karena sejak ditetapkan sebagai tersangka Ketua DPR tersebut belum pernah ditahan oleh penyidik KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya