SOLOPOS.COM - Anas Urbaningrum dan Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Lolosnya Setya Novanto lewat praperadilan membuat KPK memberi sinyal akan menerbitkan sprindik baru.

Solopos.com, JAKARTA — Kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai hakim tunggal dalam sidang praperadilan Setya Novanto tidak cermat dalam memberikan putusan berujung pada dikabulkannya sebagian permohonan.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Kepala Biro Hukum KPK, Setiyadi, mengatakan pihaknya menghargai dan menghormati keputusan Hakim Cepi Iskandar. Namun dia menilai beberapa dalil yang diajukan KPK tidak menjadi jadi dasar dalam pertimbangan. Karena itu dia menilai ada kemungkinan putusan tersebut tidak cermat.

“Memang dalam hal putusan kami tidak boleh melakukan eksaminasi atau komentar, tapi kami lihat ada beberapa hal itu,” ujarnya seusai sidang, Jumat (29/9/2017).

Selanjutnya, pihaknya akan mempelajari dan meneliti kembali isi dari putusan hakim tunggal tersebut dan lakukan evaluasi serta konsolidasi penyidik dan penuntut umum. Dia memberikan sinyal KPK bisa mengeluarkan surat perintah penyidikan baru karena berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) No. 4/2016 penyidik dibenarkan melakukan hal itu jika penetapan status tersangka dibatalkan oleh pengadilan.

Dalam persidangan, Hakim Cepi Iskandar mengatakan surat perintah penyidikan (sprindik) dengan tersangka Setya Novanto yang dikeluarkan pada 17 Juli 2017 lantaran KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto.

Di sampingi itu, bukti yang diajukan oleh komisi antirasuah bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan untuk perkara Novanto, melainkan dalam perkara dengan tersangka Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang menurut KPK masih bertalian dengan kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Cepi menilai, hal ini tidak sesuai dengan prosedur penetapan tersangka dalam Undang-udang (UU) No.30/2002 maupun prosedur standar yang ditetapkan oleh KPK. Dengan demikian, hakim memutuskan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Novanto yang diterbitkan pada 18 Juli 2017 dianggap tidak berlaku dan memerintahkan KPK agar penyidikan terhadap Novanto dihentikan.

Kuasa Hukun Setya Novanto Agus Trianto mengapresiasi keputusan hakim tunggal tersebut. Meski demikian, pihaknya tidak ingin berandai-andai tentang langkah yang akan diambil jika klien mereka kembali ditetapkan sebagai tersangka.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan KPK harus menerbitkan sprindik baru atas sangkaan baru sebagai pemberi suap dan/atau penerima suap dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, di samping sebagai pelaku turut serta Pasal 2 dan/atau 3 UU No. 30/ 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi

Setya Novanto sebelumnya diduga melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun dari nilai paket proyek Rp5,9 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya