SOLOPOS.COM - Ribuan ekor ikan jenis nila mengapung di keramba di perairan WKO wilayah Desa Ngargosari, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, karena terkena dampak upwelling, Minggu (1/1/2023). (Istimewa/Pemdes Ngargosari)

Solopos.com, SRAGEN–Cuaca ekstrem belakangan mengakibatkan terjadinya fenomena upwelling di perairan Waduk Kedung Ombo (WKO) Sragen pada Sabtu (31/12/2022) hingga Minggu (1/1/2023).

Fenomena tersebut mengakibatkan 10.000 ikan jenis nila dan tombro di keramba milik nelayan di wilayah Desa Ngargosari, Ngargotirto, dan Ngandul, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, mati. Kerugian nelayan mencapai ratusan juta rupiah.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Fenomena upwelling biasanya terjadi di laut. Ternyata fenomena ini juga sering terjadi di WKO Sragen. Upwelling sering disebut pembalikan massa air, yakni fenomena dimana air WKO yang mebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar WKO ke permukaan akibat pergeran angin di atasnya.

Kepala Desa (Kades) Ngargosari, Sumberlawang, Sragen, Sriyono, saat dihubungi Solopos.com, Senin (2/1/2023), mengungkapkan fenomena upwelling ini terjadi hampir merata di seluruh keramba milik nelayan. Dia menyebut upwelling itu mengakibatkan air di permukaan menjadi keruh yang diakibatkan cuaca dingin atau ombak yang besar.

“Ikan yang mati mencapai 10.000-an ekor. Ikan-ikan itu milik nelayan keramba yang menyebar di Desa Ngargosari, Ngargotirto, dan Ngandul. Total kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Kejadiannya pada Sabtu dan Minggu kemarin. Ikan yang terkena dampak sudah berumur 2,5 bulan. Setiap satu kilogram ikan biasanya berisi 5-7 ekor,” ujarnya.

Sekretaris Desa Ngargotirto, Sumberlawang, Lilik Purnomo, mengatakan nelayan yang terkena dampak belum didata sehingga belum diketahui asal desanya. Dia mengatakan fenomrna ikan mati itu karena cuaca yang ekstrem.

“Beberapa hari cuaca dingin, hujan, tidak ada sinar matahari, ditambah angin kencang. Kondisi tersebut yang mengakibatkan upwelling sehingga kotoran di dasar WKO naik ke permukaan,” jelasnya.

Dia menjelaskan upwelling itu terjadi saat ada cuaca ekstrem saja. Dia menyebut biasanua setahun dua kali, yakni antara bulan ke-7, bulan ke-8, bulan ke-12, dan bulan ke-1. Dia mengatakan umur ikan yang mati itu sudah remaja sampai dewasa sehingga sudah siap panen. Dia mengungkapkan kakau bibit rata-rata aman.

“Jenis ikannya ada nila dan tombro. Mereka siap panen pada umur tiga bulan. Kerugian banyak. Antisipasinya, ada beberapa nelayan membuat alat untuk pendorong guna memindahkan karambanya. Jadi bila sudah terlihat ada air yang berbau seperti belerang atau bau menyengat, nelayan sesegera mungkin memindahkan karambanya. Kalau telat bisa fatal akibatnya,” ujarnya.

Dia mengatakan terkadang pemindahan keramba juga tidak bisa menjamin aman karena rata-rata air yang berbau sudah merata. Dia menyampaikan para nelayan hanya bisa pasrah karena tifak punya armada berupa perahu besar untuk memindahkan keramba.

“Mereka sadar itu hadi risiko. Mau alih profesi juga bingung. Akhirnya mereka menekuni walaupun risikonya besar,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya