SOLOPOS.COM - Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Setara Institute menilai pidato Anies Baswedan yang menyebut kata “pribumi” tak pantas.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Setara Institute, Hendardi, kecewa terhadap isi pidato Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang secara eksplisit menyebut kata “rakyat pribumi”. Dalam siaran pers Setara Institute, Hendardi mengatakan pidato itu bisa dianggap mengandung unsur rasisme.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Pidato yang penuh paradoks. Di satu sisi mengutip pernyataan Bung Karno tentang negara semua untuk semua, tapi di sisi lain menggelorakan supremasi etnisitas dengan berkali-kali menegaskan pribumi dan non pribumi sebagai diksi untuk membedakan sang pemenang dengan yang lainnya,” katanya, Selasa (17/10/2017).

Selain itu, dengan penggunaan istilah pribumi, Anies bisa dianggap telah melanggar Instruksi Presiden (Inpres) No. 26/1998 yang melarang penggunaan istilah pribumi dan non pribumi untuk menyebut warga negara. Tak hanya itu, Anies dinilai telah mengabaikan UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut Hendardi, pidato Anies seharusnya berisi ajakan untuk menyatukan kebersamaan warga Jakarta yang sebelumnya terbelah saat Pilkada Jakarta.

“Anies seharusnya di hari pertama kerja melakukan emotional healing atas keterbelahan warga Jakarta akibat politisasi identitas, tetapi justru mempertegas barikade sosial atas dasar ras dan etnis,” katanya.

Di media sosial, netizen bereaksi atas pidato perdana Anies seusai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta itu. Bahkan muncul tagar #pribumi sebagai sindiran penyebutan kata itu.

Berikut petikan pidato Anies yang menjadi kontroversi tersebut:

“Dalam sejarah panjang Jakarta, banyak kemajuan diraih dan pemimpin pun datang silih berganti. Masing-masing meletakkan legasinya, membuat kebaikan dan perubahan demi kota dan warganya. Untuk itu kami sampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada para Gubernur dan Wakil Gubernur sebelumnya, yang turut membentuk dan mewarnai wujud kota hingga saat ini.

Jakarta juga memiliki makna pentingnya dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini, tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya.

Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Jangan sampai terjadi di Jakarta ini apa yang dituliskan dalam pepatah Madura, “Itik se atellor, ajam se ngeremme.” Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Seseorang yang bekerja keras, hasilnya dinikmati orang lain.

Kini kami datang untuk melanjutkan segala dasar kebaikan yang telah diletakkan para pemimpin sebelumnya, sembari memperjuangkan keberpihakan yang tegas kepada mereka yang selama ini terlewat dalam merasakan keadilan sosial, membantu mengangkat mereka yang terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri, serta membela mereka yang terugikan dan tak mampu membela diri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya