SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Harianjogja.com, JOGJA-Selama 2013, sebanyak 10 siswa SMA/SMK dikembalikan ke orangtua. Itu terjadi karena kuota 100 poin yang dimiliki siswa tersebut telah habis akibat sejumlah pelanggaran yang dilakukan.

Kesepuluh siswa tersebut berasal dari sekolah negeri dan swasta di wilayah Jogja. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan kasus yang terjadi pada 2012 di mana sebanyak 15 siswa SMA/SMK yang terpaksa dikembalikan kepada orangtuanya.

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

“Jadi, kalau dibandingkan tahun ini jumlah kasus siswa yang dikembalikan sekolah ke orangtuanya menurun,” ujar Kasi Pengembangan dan Kesiswaan Pendidikan Kota Jogja Wisnu Sanjaya, saat dihubungi Minggu (22/12/2013).

Wisnu mengatakan, proses pengembalian siswa tersebut kepada orangtua bukan berarti siswa dikeluarkan dari sekolah. Sebab, siswa tersebut masih bisa bersekolah tetapi tidak di sekolah yang sama. Wisnu menolak menyebut nama-nama sekolah yang menegakkan aturan pengembalian siswa tersebut ke orangtua dengan alasan etika.

“Tidak pernah sekolah itu mengeluarkan anak, tetapi hanya menyerahkan kembali kepada orangtua. Itu aturannya karena peraturan sekolah dengan sistem poin,” jelas Wisnu.

Dia mengatakan, meskipun sekolah menyembalikan kepada orangtua siswa tersebut masih berhak sekolah. Dengan syarat, sekolah yang dituju mau menerima siswa pindahan tersebut.

Umumnya, kata Wisnu, sekolah di Jogja tidak menerima siswa pindahan karena sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh siswa tersebut. Meski begitu, sambungnya, ada juga sekolah yang menerima siswa pindahan tersebut.

“Ya tidak bisa dipungkiri ada beberapa sekolah yang juga membutuhkan siswa pindahan itu. Secara legal formal, hal itu tidak masalah. Itu hak sekolah, karena sekolah memiliki misi sendiri,” kata Wisnu.

Dia berharap, peran orang tua untuk mengawasi perilaku anak-anaknya perlu ditingkatkan. Hal itu penting agar anak-anak tidak melakukan pelanggaran sekolah ataupun dunia pendidikan pada umumnya.

“Banyak usia remaja yang keluyuran sampai tengah malam, tapi sikap permissif tua terlalu tinggi dan mereka tidak menyuruh pulang. Sikap ini harus diubah. Jangan hanya menyerahkan proses pendidikan ke sekolah, harus bersama-sama mendidik,” tutur Wisnu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya