SOLOPOS.COM - Pengendara melintasi salah satu pabrik di Mojosongo, Boyolali, Selasa (29/11/2022) siang. Dewan Perwakilan Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) mengusulkan UMK Boyolali 2023 sesuai KHL yakni sekitar Rp3 jutaan. (Solopos.com/Ni'matul Faizah).

Solopos.com Stories

Solopos.com, BOYOLALI – Dewan Perwakilan Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Boyolali tetap mengusulkan upah minimum kabupaten (UMK) Boyolali sesuai survei kebutuhan hidup layak (KHL) di Kota Susu yakni Rp3.087.000 untuk warga lajang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia mengaku akan memperjuangkan angka tersebut meskipun Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah Naik 8,01 persen atau Rp145.234,26 dari Rp1.812.935 menjadi Rp1.958.169,69.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Boyolali, Wahono, menghargai keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah tersebut.

Ekspedisi Mudik 2024

Ia mengatakan penetapan UMP Jawa Tengah telah memakai aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan UMP.

“Cuma kenaikan delapan persen ini dirasa dipakai pemerintah kemungkinan sebagai jalan tengah. Namun, KSPN berpendapat nanti untuk UMK [Upah Minimum Kabupaten] juga akan memakai rumus yang sama seperti Permenaker 18. Akan tetapi, kami tetap bertahan akan mengusulkan UMK seusai survei kebutuhan hidup layak [KHL],” ujar dia saat dihubungi Solopos.com, Senin (28/11/2022).

Baca juga: UMP 2023 Tak Boleh Naik Lebih 10%, Serikat Pekerja Boyolali: Survei KHL Dulu!

Wahono membeberkan KHL Boyolali sebesar Rp3.087.000 bagi satu orang lajang. Dirinya mengaku akan tetap mengusulkan ke dewan pengupahan Boyolali baik diterima atau tidak.

“Jadi kami akan tetap menyampaikan kalau KHL itu kebutuhan riil buruh yang harusnya disurvei oleh pemerintah. Perjuangan kami itu dikembalikan di hitungan KHL,” jelasnya.

Dalam wawancara sebelumnya, Wahono meminta pemerintah untuk melaksanakan survei terlebih dulu sebelum menentukan UMP atau UMK bagi buruh.

“Walaupun UMP naik tidak boleh lebih dari 10 persen, pengakuan kami dari KSPN tetap sesuai hasil survei yaitu Rp3.087.000 agar bisa mengkaver kebutuhan dampak dari kenaikan BBM [Bahan Bakar Minyak],” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (20/11/2022).

Ia menilai dengan pembatasan yang tidak lebih dari 10 persen tersebut berarti pemerintah tidak peka dengan masalah yang dihadapi buruh.

Baca juga: UMK Boyolali 2022 Belum Cukup, Pekerja Rela Lembur hingga Pinjam ke Bank

Wahono mengatakan efek dari kenaikan BBM bagi buruh memiliki efek domino. Sehingga, ia menyarankan ketika penerbitan Peraturan Menteri harus melaksanakan survei KHL.

Ia menjelaskan KHL jika tidak dilakukan survei untuk kebutuhan buruh maka tidak akan adil.

“Harusnya dengan pengalaman tahun kemarin yang naik hanya kecil sekali itu saatnya pemerintah dengan Permen baru sekalian memerintahkan Dewan Pengupahan bersama BPS [Badan Pusat Statistik] untuk melakukan survei KHL untuk menghitung formula UMK,” jelas dia.

Diwawancara terpisah, salah satu buruh pabrik asal Ampel, Sulis, 29, mengatakan dirinya selaku buruh memang hanya bisa pasrah dengan keputusan pemerintah. Namun, Sulis tetap minta nantinya diberikan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang layak.

Ia mengungkapkan sejak kenaikan harga BBM, dirinya harus berusaha mengerem pengeluaran sekaligus membuka usaha warung di rumahnya.

Baca juga: UMK 2022 Diusulkan Naik Rp10.000, Ini Reaksi KSPN Boyolali

“Jadi misal nanti naiknya UMK manut UMP enggak lebih dari 10 persen ya enggak cukup. Semenjak BBM itu uang saya cuma mepet banget,” kata dia saat dijumpai Solopos.com di Taman Tiga Menara Boyolali, Minggu.

Sulis mengaku jaraknya dari rumah ke pabriknya sekitar 20 kilometer. Tentunya dengan kenaikan harga BBM, pengeluarannya di bidang transportasi dan kebutuhan sehari-hari lebih dari 10 persen.

“Harapan ke depan, semoga pemerintah lebih bisa memperhatikan ekonomi kami, rakyat menengah ke bawah,” kata dia.

Sementara itu, pekerja lain asal Ampel, Tama, 24, berharap kenaikan UMP yang tak lebih dari 10 persen tak diikuti oleh UMK Boyolali.

Ia menilai jika nanti UMK Boyolali naik tak lebih dari 10 persen, maka buruh akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.



Baca juga: UMK Boyolali Diusulkan Naik Sekitar Rp10.000

“Gaji saya Rp2 jutaan, misal naik enggak sampai 10 persen ya enggak sampai Rp200.000. Ya enggak masuk hitungan. Kemarin kenaikan harga BBM saja efeknya sudah banyak, beberapa pangan juga naik. Kalau bisa nanti UMK lebih dari 10 persen,” jelasnya.

Tama mengaku semenjak kenaikan harga BBM, kebutuhannya paling tidak naik 20 hingga 25 persen. Sehingga ia harus mencari pekerjaan sampingan seperti pekerja katering untuk mendapatkan uang tambahan.

“Selain itu, saya juga merasa semakin ke sini tuntutan pekerjaan juga meningkat. Jadi karena biaya pengiriman naik, semuanya ikut naik. Dan kami selaku buruh pabrik juga di-pressure untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dengan waktu yang sedikit. Jadi, menurut saya upah kami harus dinaikkan lebih layak,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya