SOLOPOS.COM - Ilustrasi sertifkat (tanda bukti hak) atas tanah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Tanah prona, biaya mengalami perubahan

Harianjogja.com, BANTUL — Sejumlah desa di Bantul dilanda kebingungan membiayai program sertifikasi tanah Prona yang kini disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pasalnya biaya pengurusan sertifikasi tanah yang ditetapkan pemerintah dianggap tidak cukup.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kesulitan pembiayaan itu dialami sejumlah desa di Bantul antara lain di Desa Srigading dan Gadingharjo, Sanden, Bantul. Kepala Desa Gadingharjo, Sanden Aan Indra Nursanto mengatakan, saat ini sertifikasi tanah yang menjadi program Presiden Joko Widodo di desanya terganjal masalah pembiayaan.

Pasalnya kata dia, pada Mei lalu pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan bersama (SKB) Tiga Menteri yang menetapkan biaya pengurusan sertifikasi tanah warga dalam Program PTSL di Pulau Jawa hanya sebesar Rp150.000 per bidang.

“Biasanya biaya pengurusan sebelum ada aturan kami tetapkan Rp300.000,” kata Aan Indra Nursanto, Rabu (16/8/2017).

Biaya sebesar itu kata dia tidak mencukupi keperluan sertifikasi seperti administrasi dan pematokan tanah. Akibat aturan baru tersebut, sebanyak 100 bidang tanah warga yang menjadi target PTSL sampai sekarang belum diproses sertifikasinya. Pemerintah desa saat ini baru sebatas melakukan pendataan tanah warga yang akan disertifikasi.

“Prinsipnya kami mendukung program pemerintah, kami masih jalan meski baru pendataan. Tapi di sisi lain kami juga kesulitan soal biaya,” papar dia.

Pemerintah desa yang terlibat dalam proses sertifikasi tanah menurutnya tidak berani memungut biaya di atas ketentuan SKB Tiga Menteri. Apalagi sudah ada sosialisasi dari Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), bahwa haram hukumnya memungut dana dari masyarakat di atas ketentuan.

Ia berharap ada solusi terkait anggaran yang kurang tersebut. Apakah misalnya mendapat subsidi dari pemerintah daerah, atau sumber lain seperti dana yang dipungut oleh kelompok masyarakat (Pokmas) untuk menambah biaya sertifikasi alias bukan dipungut oleh pemerintah desa.

Desa Srigading, Sanden Wahyu Widodo juga mengalalami hal serupa. Kepala Desa Srigading Wahyu Widodo mengatakan, pemerintah desa tidak berani memungut biaya tambahan dari masyarakat. Di Srigading ada sebanyak 550 bidang tanah yang menjadi target PTSL.

“Walaupun ada biaya tambahan dari masyarakat dan disepakati masyarakat dengan surat bermaterai tetap tidak boleh. Padahal terus terang kalau dana sebesar Rp150.000 itu enggak cukup,” jelas Wahyu Widodo.

Idealnya kata dia, biaya pengurusan sertifikasi tanah untuk administrasi dan pematokan membutuhkan dana sekitar Rp350.000 per bidangnya. Namun, pemerintah desa mau tidak mau diwajibkan menyukseskan program sertifikasi lima juta bidang tanah hingga 2019 tersebut.

“Entah bagaimana caranya apa kami [perangkat desa] yang nombok [menalangi] saya juga belum tahu. Yang jelas kami enggak berani memungut di atas ketentuan,” imbuhnya.

Kepala Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul Yohanes Supama membenarkan, proses sertifikasi tanah dalam Program PTSL di sejumlah desa terganjal biaya. “Persoalan ini sedang kami bahas, kemungkinan akan dikeluarkan aturan di daerah entah Perbub [Peraturan Bupati] atau apa soal pembiayaan sertifikasi ini,” kata Yohanes Supama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya