Solopos.com, SALATIGA–Mayoritas jalan di Indonesia ditandai dengan nama-nama para pahlawan nasional.
Di antara banyaknya nama jalan yang memakai nama pahlawan, tiga nama jalan di antaranya merupakan tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Salatiga.
Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran
Ketiga pahlawan asal Salatiga itu, yakni Yos Sudarso, Adisucipto, dan Brigjend Soediarto. Bahkan ketiga pahlawan asal Salatiga ini berasal dari matra yang berbeda, yakni Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Darat.
Laksamana Madya TNI Yosaphat Soedarso
Pahlawan nasional yang biasa dikenal dengan nama Yos Sudarso ini lahir di Salatiga pada 24 November 1925.
Yos Sudarso sebenarnya bercita-cita menjadi prajurit sejak kecil. Namun, orang tuanya tidak menyetujuinya.
Yos Sudarso bahkan nyaris menjadi seorang guru setelah ia diterima di Kweekschool atau sekolah pendidikan guru di Muntilan.
Namun, karena situasi kala itu yang tidak kondusif akibat peralihan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang pada 1942 dan meletusnya Perang Dunia II, Yos Sudarso gagal menyelesaikan studi keguruannya. Sehingga ia menjadi prajurit angkatan laut.
Yos Sudarso gugur dalam Medan pertempuran laut Aru, Maluku.
Ketika berperang melawan Belanda, dalam misi pembebasan Papua Barat. Ia gugur diusia cukup muda 36 tahun.
Rumah masa kecil Yos Sudarso saat ini masih berdiri kokoh. Tepatnya di Jalan Gladagan, RT 01/RW 05, Kelurahan Salatiga, Sidorejo, Salatiga
Laksamana Muda Udara Anumerta Agustinus Adisutjipto
Dikutip dari tni-au.mil.id, Agustinus Adisutjipto atau yang akrab disapa Tjip merupakan pahlawan nasional yang lahir di Salatiga pada 4 Juli 1916.
Adisutjipto merupakan putra sulung dari empat bersaudara yang semuanya laki-laki.
Ia dikenal sebagai sosok yang pendiam, namun tak ragu menghadapi bahaya. Ia gemar membaca buku filsafat kemiliteran, serta berolahraga seperti sepakbola, mendaki gunung, tenis, hingga catur.
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Adisutjipto diangkat menjadi Komodor Muda Udara.
Adisutjipto pun diberikan wewenang penuh dalam bidang pendidikan bagi TKR Jawatan Penerbangan.
Hal ini dikarenakan, saat itu hanya ia yang memiliki Ijazah GMB (Groote Militaire Brevet) atau Brevet Penerbang Tingkat Atas.
Adisutjipto gugur ketika pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpanginya ditembak jatuh oleh pesawat Belanda.
Kala itu, Adisutjipto sedang dalam tugas mengangkut obat-obatan bantuan dari Palang Merah Malaya.
Brigadir Jenderal Soediarto
Pahlawan nasional dengan nama lengkap Brigadir Jenderal Siswosoelastro Soediarto ini lahir di Salatiga pada 25 Desember 1925.
Kisahnya terkenal dengan pengorbanannya yang memilih ikut berjuang daripada melanjutkan studinya ke Amerika Serikat.
Dilansir dari buku Salatiga & Orang-Orang Ternama, sewaktu terjadinya pemberontakan di Maluku Selatan, Slamet Riyadi dan Soediarto masuk pilihan utama yang akan ditugaskan memadamkan pemberontakan.
Kala itu Soediarto terdaftar sebagai calon mahasiswa Akademi Militer Westpoint, Amerika Serikat.
Maka, ia pun tidak jadi ditugaskan ke Maluku. Tugas tersebut akhirnya dipegang oleh Slamet Riyadi.
Akan tetapi, Sudiarto rupanya lebih memilih untuk mengajukan permohonan penundaan kuliah.
Ia berkeinginan untuk berangkat ke Maluku membantu pasukan Slamet Riyadi.
Kedatangan pasukan ini diketahui oleh pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS). Kapal yang ditumpangi Brigjen Sudiarto pun dihujani tembakan senapan mesin.
Akibat serangan tersebut, Sudiarto menderita luka yang cukup parah dan harus di operasi.
Soediarto dirawat di Kapal Palang Merah di Walbalong. Operasi yang dijalani Brigjen Sudiarto sebenarnya berjalan sukses. Namun, pasca operasi kondisinya mendadak memburuk. Sudiarto pun wafat di usia muda, 25 tahun, dalam pengorbanannya berjuang mempertahankan Indonesia.
Sebagai pengingat jasa-jasanya saat ini ketiga pahlawan asal Salatiga tersebut diabadikan dalam monumen Pahlawan Nasional asal Salatiga tepatnya di Alun-Alun Pancasila, Salatiga.