SOLOPOS.COM - Para buruh antre di lobi Kantor Cabang Perintis BPJS Ketenagakerjaan Sragen untuk mengambil JHT, Rabu (16/2/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Sragen menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Para buruh meminta aturan klaim JHT tidak di usia 56 tahun. JHT itu yang diandalkan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup sata pandemi Covid-19.

Ketua DPC SBSI 1992 Sragen, Joko Supriyanto, mengatakan JHT itu uang buruh yang dipotong setiap bulan, bukan uang pemerintah. JHT menjadi penopan hidup bagi buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Kalau harus menunggu usia 56 tahun lagi, bagaimana untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga buruh? Atas dasar itulah kami menuntut Permenaker itu dicabut dan dikembalikan pada Permenaker No. 19/2015. Dengan regulasi lama itu, manfaat dan tata cara pengambilan JHT bisa dicairkan setelah satu bulan bila buruh di-PHK atau mengundurkan diri,” jelasnya, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (16/2/2022).

Baca Juga: Hak Pekerja, Ini Beda Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun

Kepala Kantor Cabang Perintis BPJS Ketenagakerjaan Sragen, B. Eka Cahya Nugraha, memaklumi bila buruh menolak Permenaker yang baru. Eka menjelaskan semangat dalam Permenaker No 2/2022 itu kembali pada UU No. 40/2004, bahwa usia pensiun itu 56 tahun. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60/2015 dan Permenaker No. 19/2015, sambungnya, buruh yang berhenti bekerja itu termasuk pensiun. Kemudian berdasarkan PP No. 46/2015, terang dia, JHT itu diberikan saat tenaga kerja pensiun, meninggal dunia, cacat total, atau meninggalkan Indonesia.

“Secara yuridis usia pensiun itu 56 tahun, tetapi di lapangan tidak demikian. JHT ini berbeda dengan JKP [jaminan kehilangan pekerjaan] yang diatur dalam PP No. 7/2021. Pada JKP ini usia tenaga kerja maksimal 54 tahun. JKP itu dapat diberikan bila tenaga kerja minimal mengikuti tiga program di BPJS Ketenagakerjaan. Yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), dan JHT. JKP ini diberikan kepada tenaga kerja yang dipecat perusahaan,” jelasnya.

Dia menerangkan orang mengundurkan diri, usia pensiun, dan meninggal dunia tidak bisa ikut JKP. Pada JKP tidak ada beban iuran baik dari perusahaan maupun dari tenaga kerjanya. JKP diambilkan dari 0,46% dari gaji karyawan yang dilaporkan ke BPJS Ketenagakerjaan tetapi tidak dibayar oleh perusahaan atau karyawan. Namun diambil dari JKK 0,14%, JKM 0,10%, dan sisanya 0,22% menjadi beban pemerintah pusat.

Baca Juga: JHT Dibayar di Usia 56 Tahun, KSPN Karanganyar: Pemerintah Tak Peka

“Hak JKP tenaga kerja itu mendapatkan santunan tunai selama enam bulan plus biaya pelatihan Rp1 juta. Santunan tunai itu dibagi dua skema, yakni tiga bulan pertama 45% dari gaji yang dilaporkan dan tiga bulan berikutnya menerima 25% dari gaji yang dilaporkan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya