SOLOPOS.COM - Korban meninggal dunia di pesta Hallowen Itaewon, Yongsan-gu, Seoul, Korea Selatan, Minggu (30/10/2022) pukul 03.00 waktu setempat. (Istimewa/Twitter.com)

Solopos.com, SOLO — Dalam tragedi Pesta Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, lebih dari 150 orang meninggal dunia. Korban meninggal dunia tersebut diduga mengalami cardiac arrest alias henti jantung.

Pesta Halloween tersebut merupakan pertama kali digelar dalam tiga tahun setelah pemerintah Korea Selatan mencabut pembatasan Covid-19 dan larangan berkumpul. Itaewon sendiri merupakan distrik yang populer di kalangan muda Korea Selatan dan orang asing.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di peristiwa yang terjadi pada Sabtu (29/10/2022) sekitar pukul 22.00 waktu setempat itu, banyak korban meninggal dunia karena mengalami sesak napas akibat berdesak-desakan.

Dari kabar yang beredar, ratusan korban meninggal dunia dalam tragedi Itaewon tersebut dikarenakan cardiac arrest atau henti jantung. Kira-kira apa itu?

Baca Juga: Tragedi Hallowen Itaewon, Di Mata WNI di Lokasi

Mengutip Hellosehat.com, cardiac arrest merupakan kondisi jantung yang tiba-tiba berhenti berdetak. Akibatnya, darah berhenti dipompa dari jantung menuju organ vital lainnya, seperti otak, hati, dan paru-paru.

Kondisi ini membuat penderitanya tidak bisa bernapas normal, tidak sadarkan diri, hingga berhenti bernapas. Saat jantung berhenti, suplai darah dan oksigen juga berkurang sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak. Bahkan, bisa terjadi kematian atau kerusakan otak permanen dalam 4-6 menit.

Baca Juga: Itaewon Korea Selatan, Kawasan Kumuh yang Bersolek Jadi Tempat Wisata Populer

Gejala cardiac arrest seperti yang dialami para korban di tragedi Itaewon itu ada beberapa, seperti tiba-tiba tubuh ambruk, tidak ada denyut nadi, tidak bernapas dan hilang kesadaran.

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Furqon Satria, mengatakan hanya 10 persen penderita cardiac arrest yang di luar rumah sakit bisa survive. Menurutnya, penyebab cardiac arrest paling banyak adalah serangan jantung sekitar 70 persen.

Baca Juga: Cara Membuat Televisi Biasa Jadi Smart TV, Cuma 6 Langkah!

“Oleh karena itu, kondisi ini perlu ditangani secepatnya. Pertolongan segera berupa cardiopulmonary resuscitation [CPR] atau resusitasi jantung paru (RJP), dan kejut jantung dapat membantu mencegah akibat tersebut. Setiap menit berlalu tanpa defibrilasi/cpr, survival menurun 7-10 pesen,” cuit Furqon di akun Twitternya, @fsapradana, Senin (14/6/2021).

Baca Juga: Enggak Usah Beli Baru! Begini Cara Mengubah TV Analog ke Digital

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya