SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO — Seratusan warga terdampak proyek pelebaran ruas jalan Sugihan-Paluhombo atau Jalur Lintas Timur (JLT), Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, beramai-ramai mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo.

Gugatan diajukan warga melalui kuasa hukum berbeda yakni dari Karanganyar, Wonogiri dan Lembaga Hukum dan HAM Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo. Mereka menolak nilai ganti rugi yang diajukan tidak sesuai harga pasar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pernyataan itu disampaikan kuasa hukum warga Dukuh Bleki dan Dukuh Karangtengah, Desa Mertan, serta warga Dukuh Krangkeng, Desa Bendosari, Kecamatan Bendosari, Brestiara Ganindya, didampingi warga Bleki, Purwanto dan Budi Satriyo, Ketua Lembaga hukum dan HAM, PDM Sukoharjo, di RM Mutiara, Bendosari, Kamis (20/12/2018).

“Gugatan warga yang keberatan atas nilai jual tanah dilakukan bergelombang dengan kelompok berbeda. Ada yang menguasakan kepada pengacara Karanganyar, Wonogiri, dan Lembaga Hukum dan HAM PDM Sukoharjo. Kami menjadi kuasa hukum bagi 49 warga Dukuh Bleki dan Karangtengah, Desa Mertan serta Dukuh Krangkeng, Desa Bendosari,” jelas Brestiara.

Dia menyebutkan 66 warga dukuh lain menguasakan ke pengacara asal Wonogiri dan 16 warga dukuh lain menguasakan ke pengacara asal Karanganyar. Brestiara Ganindya yang akrab dipanggil Gani, bercerita persidangan perdana dengan agenda pembacaan tuntutan sudah digelar di PN Sukoharjo, Kamis.

“Warga meminta harga jual tanah sesuai harga pasar. Gugatan ganti rugi mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung [per-MA] Nomor 3 Tahun 2016 tentang ganti rugi. Persidangan dilakukan cepat 30 hari,” imbuh dia.

Gani menyatakan Rabu pekan depan dilanjutkan persidangan dengan agenda jawaban tergugat, yakni BPN dan Pemkab Sukoharjo kemudian sidang pembuktian. Dia mengatakan selama ini warga belum pernah diajak musyawarah soal harga pembebasan melainkan ditentukan sepihak.

Padahal penentuan harga ganti rugi diawali dengan tawar-menawar. Harga pasar untuk tanah pekarangan senilai Rp600.000 per meter persegi (m2) tetapi tim appraisial menaksir senilai Rp250.000 per m2 dan tanah sawah sudah senilai Rp500.000/m2 tetapi hanya dinilai Rp150.000/m2.

“Bukti-bukti pendukung sudah siap dan disajikan dalam persidangan pembuktian,” jelasnya.

Purwanto menambahkan warga pernah diundang musyawarah pada 25 November. Di backdrop yang terpasang di lokasi musyawarah tertulis “Sosialisasi Bentuk Ganti Rugi”, bukan membahas nilai ganti rugi.

Warga saat ditanya bentuk ganti rugi yang diinginkan memilih bentuk uang daripada barang. Namun, tim yang datang langsung memberi amplop kepada warga hadir.

“Setelah dibuka amplop berisi uang sesuai luas lahan. Warga tidak terima dan minta ada rembukan nilai ganti rugi,” katanya.

Purwanto menyatakan ada 113-an warga di tiga dukuh yang berkeinginan menggugat tetapi hanya 49 orang yang bisa mengajukan. Menurutnya, sisa warga yang lain karena terkendala administrasi, seperti domisili di luar kota sedangkan batas waktu pendaftaran gugatan hanya 14 hari.

Jika kurun waktu 14 hari tidak diajukan warga dianggap menerima keputusan walau tidak diajak berembuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya