SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KLATEN – Petani di Desa Juwiran, Kecamatan Juwiring dipusingkan serangan hama tikus di lahan pertanian mereka. Untuk mengantisipasi serangan tikus meluas, selama tiga hari terakhir petani menggelar gropyokan atau pemburuan tikus secara beramai-ramai.

Aksi gropyokan tikus dilakukan melibatkan para petani di desa setempat sejak Jumat (14/6/2019). Hingga Minggu (16/6/2019), sekitar 700 tikus ditangkap petani di sawah wilayah Juwiran.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kaur Perencanaan Desa Juwiran, M. Andi Prasetyo, mengatakan serangan tikus menyebabkan para petani di wilayahnya mengalami gagal panen. Akibatnya, petani merugi setidaknya untuk biaya produksi sekitar Rp5 juta untuk setiap patok sawah atau seluas 2.000an meter persegi.

“Ada petani yang tanam di satu patok sawah dapatnya hanya dua hingga tiga kantong plastik berisi padi saat panen,” kata Andi saat berbincang dengan Espos, Minggu (16/6/2019).

Andi mengatakan aksi gropyokan tikus sudah dilakukan petani sekitar empat bulan lalu dengan pendampingan dari pemerintah kecamatan dan desa.

Belakangan, jumlah tikus yang menyerang sawah kian tak terkendali hingga kegiatan gropyokan kembali dilakukan. “Kegiatan gropyokan sudah dilakukan sejak Jumat dan akan berlangsung terus hingga populasi tikus bisa dikendalikan,” jelas dia.

Tikus menyerang hampir seluruh sawah di Juwiran seluas 92,728 hektare (ha). Lantaran serangan tikus sudah terjadi sejak musim tanam sebelumnya, puluhan ha sawah dibiarkan bera atau tak ditanami. “Karena petani masih trauma padi mereka habis dimakan tikus pada musim tanam sebelumnya,” urai dia.

Salah satu petani, Wardoyo, 80, mengaku sudah tiga kali musim tanam tak bisa panen setelah padi yang ia tanam di enam patok sawah dimakan tikus. Jika tak diserang tikus, ia setidaknya bisa mengantongi pendapatan Rp18 juta sekali musim panen.

Wardoyo mengaku hingga kini masih menanami padi di sawahnya lantaran tak ada pilihan lain meski sebagian petani di desanya memilih membiarkan sawah bera lantaran berulang kali padi yang mereka tanam diserang tikus.

“Namanya petani kalau tidak tanam pendapatannya dari mana? Saya pernah mencoba menanam palawija yakni kedelai. Namun, tidak dapat dinikmati hasilnya karena bunganya saja yang membesar sementara tanaman tidak menghasilkan kedelai. Akhirnya tetap menanam padi,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya