SOLOPOS.COM - Ilustrasi PNS Solo berseragam pakaian adat Jawa (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo memberi lampu hijau rencana pengadaan seragam adat Jawa bagi pegawai negeri sipil (PNS) senilai Rp3,5 miliar di 2015. Wali Kota menilai kebijakan tersebut bisa menggairahkan home industry pakaian tradisional di Kota Solo.

“Ini bukan akal-akalan. Upaya ini nyata untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan,” ujarnya saat ditemui wartawan di Balai Kota, Jumat (7/3).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Wali Kota mengakui perlu perubahan mekanisme pengadaan seragam jika ingin merangkul industri kecil. Menurutnya, akan sangat sulit apabila home industry diminta bersaing dengan pengusaha besar dalam sistem lelang. Wali Kota mengusulkan pengadaan seragam dilakukan per SKPD. Saat ini Pemkot memiliki 168 SKPD termasuk kecamatan dan kelurahan. “Misal kelurahan punya 11 staf, berikan saja pekerjaannya pada industri kecil. Saya tidak menyarankan pengadaan glondongan dari pabrik gede,” tutur dia.

Dengan rencana pengadaan itu, Wali Kota bakal memperketat penggunaan seragam di kalangan PNS. Sebab, selama ini tak sedikit abdi negara yang mengganti bawahan jarit dengan celana panjang bahan. Ada pula PNS yang mengenakan jarit, tapi modelnya diubah ala celana panjang. “Hal seperti itu sudah sering ditegur di rapat staf. Pakai bawahan celana panjang atau jarit dimodel celana itu enggak pantes. Sama saja melecehkan pakaian adat Jawa,” ucap Wali Kota.

Disinggung opsi mengganti pengadaan seragam adat Jawa dengan batik, Rudy menampiknya. Wali Kota menegaskan seragam berbentuk kebaya dan beskap sudah menjadi simbol Pemkot Solo. Rudy tak menoleransi alasan penggunaan seragam yang ribet. “Kalau ribet dan sumuk, saya juga begitu. Namun ini kan sudah menjadi kebijakan. Lagipula seragam batik sudah di Rabu dan Jumat.”

Tokoh masyarakat Serengan, Ichwan Dardiri, tak mempermasalahkan pengadaan seragam baru bagi PNS. Hanya, dirinya mewanti-wanti agar anggaran tersebut ditekan seminimal mungkin. “Prinsip efisiensi harus diterapkan. Jangan punya nafsu untuk menghabiskan anggaran,” kata dia.

Menurut Ichwan, masih banyak program masyarakat lain yang butuh pendanaan lebih. Ia menunjuk bantuan raskinda dan rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) yang masih dibutuhkan banyak kalangan miskin. “Sing liyane ya perlu dipikir,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya