SOLOPOS.COM - Penambang batu di Kecamatan Eromoko memecah batu menjadi ukuran yang lebih kecil untuk dijual kepada pembeli, belum lama ini. Sebagian penambang batu bekerja dengan risiko tinggi tanpa perlindungan asuransi. (Foto: Istimewa)

Penambang batu di Kecamatan Eromoko memecah batu menjadi ukuran yang lebih kecil untuk dijual kepada pembeli, belum lama ini. Sebagian penambang batu bekerja dengan risiko tinggi tanpa perlindungan asuransi. (Foto: Istimewa)

Temon, 42, mulai memeras keringatnya sejak pagi buta. Selepas adzan subuh, kaki menembus udara dingin demi mengumpulkan dedaunan untuk pakan ternak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rampung dengan ternak giliran dia berjalan kaki dari rumah sederhananya, di Dusun Prampelan, Desa Sendang, Kecamatan Wonogiri ke bukit di pinggir jalan tak jauh dari Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM).

Setelah menempuh perjalanan menurun 30 menit, pukul 08.00 WIB barulah dia memulai pekerjaan mematahkan dinding batu dan memotong-motongnya jadi ukuran kecil untuk diangkut ke dalam bak truk.

Pekerjaan Temon dan 12 orang rekannya bukan pekerjaan mudah. Di tepi bukit terjal dia bekerja tanpa pelindungan. Tak ada tali tambang, tak ada helm pelindung kepala, apalagi sepatu. Bagi Temon, satu-satunya perlindungan hanya sebuah gubuk terbuka sederhana yang memayungi kepalanya dari panas terik matahari saat istirahat siang datang.

“Bagi saya, luka tertimpa batu, kuku lepas, ruas jari patah, sudah biasa. Kalau patah ya tinggal dibuang saja,” ucap Temon ringan, saat berbincang dengan Solopos.com, di lokasi setempat, Jumat (9/11/2012).

Sebulan lalu sesama penambang batu padas yang menambang tak jauh dari lokasi tersebut juga mengalami musibah. Satu ruas jari warga Dusun Godean itu putus saat dirinya menambang batu. Alhasil, penambang itu harus menguras koceknya dalam-dalam untuk berobat. Menurut Temon, sesama penambang batu biasanya ikut membantu dengan menyumbang semampunya.

Maklum saja, kehidupan para penambang batu sederhana. Dalam sehari mereka mungkin hanya menghasilkan satu rit batu senilai Rp120.000. Itu pun harus dibagi rata seluruh anggota kelompok dikurangi Rp5.000 untuk biaya sewa lahan. Kerja keras menantang maut di dekat dinding batu terkadang tak cukup memenuhi biaya hidup.

Temon dan rekan-rekannya sebenarnya berharap ada asuransi yang bisa menjamin biaya kesehatan mereka. Mimpi senada diungkapkan Kadus Godean, Agung Santoso. Agung mengatakan jika ada asuransi 125 penambang batu di Desa Sendang bisa bekerja dengan tenang. “Apakah bisa ada asuransi untuk penambang batu? Itu sejatinya jadi mimpi kami,” ujar Agung.

Di Kabupaten Wonogiri, jumlah penambang rakyat tak hanya 125 orang. Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (PESDM) setempat mencatat ada 1.500 penambang rakyat. Sebanyak 934 orang bekerja tanpa izin, sisanya 566 orang telah mengantongi izin. Kabid Pertambangan, Dinas PESDM Wonogiri, Patrem Joko Priyono, mengatakan hampir semua penambang rakyat tidak terlindungi asuransi. Padahal, menurutnya, pekerjaan penambang tersebut berisiko tinggi dan perlu dilindungi.

Menanggapi hal itu, Kepala PT Jamsostek Solo, Arief Budiarto memastikan ada peluang bagi penambang batu untuk mendapatkan perlindungan asuransi. Apalagi jika kelak Undang-undang (UU) No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diterapkan, Arief yakin perlindungan bagi pekerja mandiri, seperti para penambang batu di Desa Sendang itu, bakal makin terjamin.

Dia menjelaskan Jamsostek memiliki beberapa pilihan asuransi dengan nilai iuran bulanan (premi) yang sangat ringan. “Mereka [penambang rakyat] bisa ikut asuransi dengan dua program saja, JKK [jaminan kecelakaan kerja] dan JKM [jaminan kematian]. Nilai preminya hanya Rp10.400/bulan, lebih murah daripada harga sebungkus rokok, Rp15.000. Rokok hanya sehari, ini [asuransi] untuk sebulan,” beber Arief, saat dihubungi Espos, Jumat.

Dengan pembayaran premi senilai itu, penambang batu bisa mendapatkan biaya perawatan dan pengobatan senilai Rp20 juta jika mengalami kecelakaan saat kerja. Sementara, jika pekerja peserta Jamsostek itu meninggal dunia, ahli waris bisa menerima uang tunai untuk menjamin sementara hidup mereka sebesar Rp24 juta.

Arief menambahkan, transormasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan sesuai amanat UU tersebut akan lebih menguntungkan pekerja mandiri atau pekerja di luar hubungan kerja (LHK). Pasalnya, pekerja mandiri peserta Jamsostek otomatis akan mendapatkan perlindungan kesehatan dari PT Askes. Biaya kesehatan mereka bakal jadi beban pemerintah dan pekerja mandiri tersebut diposisikan sebagai penerima bantuan iuran. “Saya jamin pemberlakukan BPJS akan semakin menyejahterakan pekerja mandiri, termasuk penambang rakyat,” tegasnya.

Saat ini, persiapan menuju pemberlakukan BPJS telah dilakukan. Arief mengaku PT Jamsotek telah menyiapkan banyak hal, di antaranya melakukan registrasi ulang kepesertaan Jamsostek.

Setiap data peserta bakal dilengkapi data-data pendukung, seperti nama ibu kandung, foto dan tanda tangan jelas. Di sisi lain, khusus bagi pekerja mandiri, dia berjanji akan melakukan pendekatan persuasif menjelang pemberlakukan BPJS.

Arief optimistis, Jamsostek dan rencana penerapan BPJS 2014 mendatang akan mampu mewujudkan mimpi penambang batu untuk mendapatkan perlindungan hidup. Perlindungan dari kecelakaan, sekaligus perlindungan dari mimpi buruk menjadi beban keluarga dan rekan sesama penambang mana kala harus tergolek di rumah sakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya