SOLOPOS.COM - JIBI/SOLOPOS/ Maulana Surya Pengunjung melewati beberapa kios yang tutup di lantai II Taman Pasar Burung Depok, Solo, Kamis (25/4/2013). Beberapa pedagang terpaksa meninggalkan kios di lantai II karena sepi pengunjung.

JIBI/SOLOPOS/ Maulana Surya
Pengunjung melewati beberapa kios yang tutup di lantai II Taman Pasar Burung Depok, Solo, Kamis (25/4/2013). Beberapa pedagang terpaksa meninggalkan kios di lantai II karena sepi pengunjung.

Kustini, salah satu pedagang pakan burung sibuk melayani pembeli di kios petak yang berada tepat di pinggir Jl Setya Budi, Kamis (25/4/2013). Satu per satu pembeli berdatangan ke kiosnya. Mereka membeli pakan burung seperti kroto, ulat, cacing maupun serangga.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan cekatan, tangan Kustini melayani setiap pembeli. Tak lupa senyum ramah tersungging dari wajahnya. Begitu pula ucapan terima kasih saat menyerahkan barang ke pembeli.
“Matur nuwun sudah beli di sini. Sekarang saya kontrak di sini,” ujarnya ramah mengenalkan lokasi kios barunya.

Hampir dua pekan terakhir, kios pakan burung bernama Suwaji kontrak di salah satu rumah warga di pinggir Jl Setya Budi. Kiosnya sederhana ini berada tidak jauh dari Pasar Depok. Pedagang pakan burung yang sudah berjualan belasan tahun ini mengaku memilih kontrak di luar pasar.

Menurut Kustini, sejak menempati los di Pasar Depok di lantai II omzet dagangannya anjlok hingga 70%. Biasanya, ia mengaku mampu meraup pendapatan hingga Rp300.000per hari. Namun di lantai II Pasar Depok, ia menuturkan pendapatan hanya mencapai Rp20.000 per hari.

“Jualan pakan di lantai II tidak laku. Kalau tidak kontrak di sini tidak bisa makan. Pendapatan tidak ada,” tuturnya.

Kini, ia menuturkan rela merogoh kocek hingga Rp2,4 juta untuk membayar uang kontrakan selama setengah tahun. Pinjaman bank itulah dana yang digunakan untuk membayar uang kontrakan tersebut. “Di sini orang lewat bisa langsung beli. Sedangkan kalau jualan di lantai II, pembeli tidak ada yang mau naik hanya beli pakan,” keluhnya.

Pedagang sekaligus agen burung kenari, Wito juga mengaku kontrak lahan warga untuk berjualan. Nilai kontrak yang dibayarkan per tahun mencapai Rp7 juta. Berbeda dari Kustini yang mengaku memilih kontrak lantaran sepinya pembeli di lantai II Pasar Depok. Wito justru sebaliknya, mengaku tidak mendapat jatah los di Pasar Depok.

“Padahal sini berharap bisa berdagang di dalam pasar. Tapi karena tidak dapat jatah, ya kontrak di sini,” katanya.

Pagi itu, di sepanjang Jl Setya Budi terlihat aktivitas jual beli pedagang burung. Tak sedikit pedagang oprokan yang menggelar dagangan di sekitar Pasar Depok. Dengan menggunakan motor dan sepeda ontel, pedagang ini menggelar dagangan di Jl Setya Budi. Keberadaan pedagang oprokan inilah yang menyebabkan pedagang di lantai II Pasar Depok sepi.

Simak berita terkait di : http://digital.solopos.com/file/25042013/

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya