SOLOPOS.COM - Selter darurat yang menampung pedagang makanan dan minuman di kawasan Beteng, Gladak, Solo terlihat sepi. Sebagian besar pedagang memilih tidak berjualan karena sepinya pembeli dan kondisi lokasi berjualan yang berdebu saat hari panas dan becek saat hujan. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Selter darurat yang menampung pedagang makanan dan minuman di kawasan Beteng, Gladak, Solo terlihat sepi. Sebagian besar pedagang memilih tidak berjualan karena sepinya pembeli dan kondisi lokasi berjualan yang berdebu saat hari panas dan becek saat hujan. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

SOLO – Sekitar 80 persen pedagang kaki lima (PKL) yang berada di lokasi darurat parkir pariwisata sisi barat memilih tidak berjualan. Sepinya pembeli menjadi alasan utama pedagang untuk menutup warungnya. Ditambah lagi, datangnya musim hujan menyebabkan lokasi darurat terlihat becek.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan pantauan Solopos.com, pedagang yang berjualan yang masih bertahan di lokasi darurat sekitar 10 orang. Selter yang dibangun untuk tempat berjualan terlihat kosong. Sementara gerobak dibiarkan tertata di area selter. Menurut berbagai informasi, pedagang memilih libur karena stres dengan kondisi pembeli sepi. Belum lagi, datangnya musim hujan menambah derita pedagang sehingga memutuskan tidak berjualan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Gimana mau jualan kalau kondisi sepi seperti ini. Selain itu bisa lihat sendiri, tanah di sekitar sini kemarin sempat becek karena diguyur air hujan,” jelas seorang pedagang, Singgalan, 26. Menurut Singgalan, pedagang yang menutup dagangannya rata-rata tak punya pelanggan tetap dari karyawan Benteng Trade Center (BTC) maupun Pusat Grosir Solo (PGS). “Sebagai pedagang, tentu pertimbangannya daripada buka warung sepi, mending milih tutup. Kalau tutup kerugiannya tidak terlalu banyak, paling ya enggak dapat pemasukan,” jelas Singgalan.

Singgalan mengaku pedagang yang menutup warungnya sebagian memilih mencari pekerjaan serabutan. Sebab, mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Siapa pun tidak mau menunggu pembeli yang tak pasti datang ke sini. Karena di sini sulit diketahui pengguna jalan. Ya, maklum saja kalau berjualan di lokasi darurat karena kondisinya masih diperbaiki. Memang harus sedikit sabar,” jelasnya.

Para PKL, kata Singgalan, menghendaki proyek pembanguna lokasi baru bisa secepatnya selesai. Jika perlu, para pekerja diharap melembur sampai malam. “Karena sekarang sudah memasuki musim hujan. Jadi kami minta kejelasan sampai kapan kami berjualan di lokasi darurat ini,” timpal pedagang lainnya, Ny Meidi.

Menurut Ny Meidi, pembeli yang datang ke lokasi darurat rata-rata perhari tidak lebih dari lima orang. Oleh sebab itu, pedagang memilih libur karena tak mau menanggung resiko jika akhirnya banyak barang dagangan yang tersisa. “Pedagang yang tutup sekitar 80 persen. Ya seperti inilah kondisinya. Kami sesama pedagang bahkan saling gojek. Eneng modal pira arep dodolan kui? Duite ijek numpuk po?” begitulah Ny Meidi menirukan perbincangan dengan pedagang lain.

Ketua Paguyuban PKL Beteng Utara, Habib Mas’ud, mengakui telah menerima keluhan dari pedagang. “Pada prinsipnya kami menampung semua aspirasi dari pedagang yang mengeluhkan lokasi darurat. Dan keluhan ini nanti saya sampaikan kepada Kepala UPTD Kawasan Kuliner Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Solo, Agus Sisworiyanto,” ujar Habib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya