SOLOPOS.COM - Rohmah Jimi Solihah (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Lalu  lintas yang ramai menjelang jam masuk sekolah maupun jam pulang sekolah menjadi pemandangan yang lumrah di berbagai wilayah. Pengendara aneka jenis sepeda motor yang sebagian besar merupakan siswa berseragam bukan lagi menjadi hal yang tabu.

Sebagian dari mereka tidak menggunakan helm, bersepeda motor berboncengan tiga, hingga melakukan pelanggaran-pelanggaran lain aturan berlalu lintas. Semua itu tentu bertentangan dengan undang-undang yang mengatur tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Undang-undang itu menyatakan penggunaan sepeda motor di jalan raya hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki surat izin mengemudi dan kendaraan yang memenuhi syarat teknis serta layak jalan.

Anak berusia di bawah usia 17 tahun dilarang mengemudikan sepeda motor di jalan raya, kecuali dalam kegiatan tertentu yang diatur oleh pihak berwenang. Umumnya usia siswa pada jenjang SD dan SMP berkisar antara tujuh tahun hingga 16 tahun sehingga dapat dipastikan usia mereka belum mencukupi untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan umum.

Peraturan ini tidak hanya terkait dengan skill atau keterampilan berkendara, namun juga kemampuan kognitif seseorang dalam mengambil keputusan di jalan hingga kepribadian yang terbentuk.

Usia anak sekolah yang masih belum mampu mengendalikan emosi dengan baik dan menjaga konsentrasi dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya sendiri maupun pengguna jalan yang  lain. Terlebih lagi, penggunaan kendaraan bermotor itu dilakukan dengan sadar dan menggunakan seragam sekolah di area sekolah.

Di sisi lain, pengelola sekolah juga dilema dengan banyaknya alasan yang diberikan orang tua siswa sehingga “terpaksa” mengizinkan anak-anak bersepeda motor ke sekolah. Misalnya, jauhnya lokasi rumah dengan sekolah, tidak adanya kendaraan umum, hingga perhitungan keefektifan dan keefisienan dibandingkan harus antar jemput oleh orang tua.

Apa pun alasannya, peraturan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak dapat dinegoisasikan. Memberikan izin kepada anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah sama saja menumbuhkan ketidakdisiplinan berlalu lintas sejak dini.

Lalu, bagaimana pengelola sekolah dalam mengatasi ketimpangan ini? Apakah bersikukuh menjadi sekolah yang intoleran terhadap permasalahan siswa demi menegakkan peraturan? Sebetulnya sekolah yang notabene sebagai pengambil kebijakan memiliki hak penuh dalam menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan siswa.

Meskipun demikian, berbagai alasan siswa yang melatarbelakangi penggunaan sepeda motor ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Pengelola sekolah juga tidak bisa acuh tak acuh dan memberikan legalisasi kepada siswa begitu saja.

Langkah yang dapat diambil oleh pengelola sekolah, antara lain, pertama, memberikan sosialisasi dan membuat kesepakatan bersama. Pengelola sekolah dan wali siswa harus memiliki konsistensi dalam menjaga keamanan siswa di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Kemungkinan terburuk dari legalitas yang diberikan oleh orang tua maupun pengelola sekolah dapat dijadikan pertimbangkan. Dengan demikian, wali siswa tidak akan mudah memberikan izin kepada putra-putrinya, bahkan memiliki pandangan bahwa menyekolahkan anak berarti siap untuk segala risiko seperti antar jemput anak.

Kedua, memberikan saran atau merekomendasikan layanan antar jemput sekolah. Pada zaman yang makin modern ini, banyak tersedia jasa antar jemput sekolah. Meskipun harus merogoh kocek yang tidak kecil, wali siswa seharusnya paham bahwa cara ini lebih aman daripada memberikan fasilitas kendaraan bernmotor kepada anak.

Ketiga, menyediakan asrama sekolah bagi siswa yang jarak umah ke sekolahnya terlampau jauh dan tidak ada kendaraan umum. Asrama tidak hanya mengurangi jumlah penggunaan kendaraan bermotor oleh siswa, namun juga dapat digunakan oleh pengelola sekolah untuk mengembangkan bakat dan minat siswa serta memberikan pendampingan yang lebih mendalam.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Mei 2023. Penulis adalah penulis buku dan guru di SDN 2 Tasikhargo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya