SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilu (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi pemilu (Dok/JIBI/SOLOPOS)

SOLO–Suhu politik Tanah Air memanas menjelang pemilihan umum (pemilu) legislatif 2014. Salah satunya bursa calon legislatif di berbagai wilayah di Indonesia.  Di Solo, tak kalah seru dengan bursa DPR yang diramaikan dengan kehadiran caleg dari kalangan artis. Di Solo, momentum pencalegan juga menjadi berkah bagi para Event Organizer (EO) politik, apakah itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Agus Nurdin  warga Kampung Sewu Kidul, Jebre, Solo berniat menjadi caleg. Aktivis pemberdayaan ekonomis masyarakat ini memberanikan diri untuk mendaftar menjadi bakal caleg ke partai politik tertentu yang mulai naik daun.

“Saya sudah melalui tes wawancara tiga kali. Saat dipanggil untuk tes pertama, pengurus partai itu meminta saya untuk sosialisasi. Sejak itu saya langsung terjun ke masyarakat menawarkan program kerja sambil menunggu ketentuan dari partai. Tiba-tiba partai itu sudah mendaftarkan para bakal calegnya ke KPU [Komisi Pemilihan Umum]. Nama saya tidak masuk. Anehnya, saya tidak dikasih tahu,” ujar Agus saat dijumpai JIBI/SOLOPOS, Rabu (1/5/2013).

Selama sosialisasi, Agus mendatangi sejumlah tokoh yang dianggap bisa membantu untuk merealisasilkan hajat politiknya. Semula Agus hanya menawarkan program kerjanya, salah satunya 50% gajinya akan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat.

Respons masyarakat cukup baik. Namun, ada yang aneh di masyarakat. Para tokoh masyarakat yang mengaku bisa jadi tim sukses itu membuat pesimistis Agus.

“Mereka [tokoh masyarakat] bilang kepada saya, ingin minta berapa suara pun bisa. Tapi harus ada uangnya. Suara itu dihitung per gundul. Nilainya Rp20.000-Rp50.000/gundul. Mereka memberi kalkulasi perolehan suara cukup detail. Asumsi paling mahal, Rp50.000 dikalikan 1.200 orang hanya Rp60 juta. Mereka bilang selama lima tahun jadi anggota Dewan, gajinya bisa melebihi Rp60 juta. Bayangkan!” jelasnya.

Kalkulasi kebutuhan dana itu belum termasuk honor tim sukses dan alat peraga. Agus menyambil contoh tetangganya yang pernah nyaleg pada pemilu 2009 memberi honor tim sukses Rp600.000-Rp1 juta per orang. Agus tak kehabisan akal. Ia masih mengejar para tokoh masyarakat itu dengan menanyakan jaminan perolehan suara.

“Mereka ngomong begini. Panjenengan mau milih Pak Agus [Agus Nurdin] dengan uang Rp50.000/orang. Kalau mau nanti sebelum mencoblos, KTP panjenengan diserahkan saya ke rumah. KTP itu kemudian dikembalikan kepada pemiliknya dengan uang Rp50.000/orang. Nanti akan dilihat dulu perolehan suara di TPS [tempat pemungutan suara ]. Kalau mentes, uang dan KTP diberikan, kalau tidak hanya KTP saja dan uang bisa kembali ke caleg. Sampai begitunya!” tandasnya.

Menurut Agus, ada juga kampung yang minta lapangan badminton dan minta dibangunkan fasilitas lain selain hitung-hitungan per gundul.

Legislator asal Partai Amanat Nasional (PAN) yang nyaleg lagi, Dedy Purnomo, menyebut tokoh masyarakat itu dengan istilah ”event organizer” atau EO politik. Menurut dia, EO ini biasanya sudah ada kontrak kerja di depan sebelum pencoblosan.

Bila ingin mendapatkan jaminan jumlah suara, terangnya, bisa ditempuh melalui model transaksional. Dedy khawatir terjadi keniscayaan paradigma di masyarakat yang terkotak-kotak menjelang pemilu 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya