SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

 

Harianjogja.com, SEMARANG — Hampir seluruh elemen PSIS Semarang dijatuhi hukuman berat oleh Komisi Disiplin PSSI terkait kasus “sepak bola gajah” dengan PSS Sleman. Kubu ‘Mahesa Jenar’ siap mengajukan banding atas hukuman tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan keputusan Komdis PSSI yang diumumkan pada Kamis (20/11/2014) lalu, hukuman terberat yang diterima kubu PSIS adalah hukuman larangan melakukan aktivitas sepak bola seumur hidup. Yang menerima hukuman ini antara lain Wahyu Winarto (manajer) dan Eko Riyadi (pelatih kepala).

Hukuman serupa juga dijatuhkan kepada pemain-pemain yang terlibat langsung dalam gol-gol bunuh diri yang tercipta pada laga PSS vs PSIS, yaitu Catur Adinugroho (penjaga gawang), Komaedi (bek yang mencetak dua gol gawang sendiri), Fadli Manan (striker yang mencetak gol ke gawang sendiri), dan Saptono (striker yang berdiri di bawah gawang pihak lawan dan mencegah terjadinya gol padahal harusnya dia mencetak gol). Selain itu, nama-nama tersebut juga dijatuhi denda ratusan juta rupiah.

Pihak-pihak lain yang berada di lapangan, seperti asisten pelatih, pemain di lapangan (tapi tidak terlibat langsung dalam gol bunuh diri), pemain cadangan, dan pemain asing juga dijatuhi hukuman yang bervariasi, mulai larangan melakukan aktivitas sepakbola selama satu tahun sampai 10 tahun. Bahkan pembantu dan masseur pun juga ikut dihukum.

PSIS belum menerima surat resmi dari Komdis PSSI terkait hukuman ini. Akan tetapi, mereka pasti akan mengajukan banding.

“Kami belum bisa komentar karena belum terima surat resmi. Apalagi saya dengar Komdis memperbolehkan untuk banding. Kami akan pelajari dulu. Yang jelas banding,” ujar Manajer Tim PSIS, Wahyu Winarto, saat dihubungi detikSport, Jumat (21/11/2014).

“Kami sudah sampaikan apa adanya. Tidak ada yang kami tutup-tutupi. Tapi, kami malah dianggap menutupi. Kalau kami menutupi, kami nggak akan kooperatif. Dan saya setiap kali dipanggil selalu hadir,” tambah pria yang akrab disapa Liluk itu.

Liluk kembali menegaskan bahwa tindakan timnya yang membuat tiga gol bunuh diri pada pertandingan babak delapan besar Divisi Utama di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, 26 Oktober lalu, adalah sebuah spontanitas setelah PSS lebih dulu bikin dua gol bunuh diri.

“Tindakan itu kita lakukan karena Sleman tidak sportif,” ucapnya.

“Anak-anak emosi, di bench emosi. Kita nggak berpikir Sleman bisa berbuat seperti itu. Kita spontan karena emosi,” kata Liluk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya