SOLOPOS.COM - Seno Samodro (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Seno Samodro (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Sepak terjang Bupati Boyolali, Seno Samodro, sejak resmi dilantik pada awal Agustus tahun lalu banyak mengundang perdebatan. Salah satu manuvernya yang dianggap paling kontroversial adalah terkait kebijakan mutasi. Publik pun bertanya-tanya, ke mana Boyolali akan dibawa oleh Sang Bupati? Dalam wawancara khusus dengan reporter SOLOPOS, Yus Mei Sawitri, Sabtu 98/10), Seno menanggapi beragam pertanyaan mulai dari mutasi hingga pernik-pernik kehidupan pribadinya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejak menjabat sebagai Bupati Boyolali, Anda identik dengan kebijakan mutasi yang dianggap kontroversial dan terkesan asal-asalan. Bagaimana tanggapannya?

Saya sudah menerapkan sistem yang dulu dikritikkan kepada saya. Bahwa yang mendukung dan tidak mendukung dianggap sama. Lima tahun ketika saya menjadi wakil bupati sudah begitu. Hasilnya apa? Jalan sepanjang 1 km. Itu pendapat DPRD yang ditulis di lembaran negara. Makanya saya malu. Sekarang saya balik. Yang tidak dukung diparkir, hasilnya baru tiga bulan jalan yang dibangun sudah 200 km. Karena apa? Yang mendukung saya mungkin memang bodoh, tapi benar-benar ingin menyukseskan saya. Maka dalam menyusun kabinet, saya mengutamakan orang-orang yang mau menyukseskan visi dan misi saya. Lalu yang tidak mendukung gimana? Saya beri job yang di sebelah kiri. Di Boyolali ada 647 jabatan struktural, otomatis saya berikan pada pendukung. Kalau ada yang bilang asal, silakan. Ternyata langkah saya ini dipuji oleh Baperjakat Jawa Tengah. Meski dianggap kontroversialnya, ternyata hasilnya positif.

Mutasi di sudah mencapai angka 1.000 lebih sejak Anda menjabat. Rencananya masih berapa orang lagi yang mau di mutasi? Sampai kapan?

Sudah 2.000 lebih malah kalau sama staf. Setelah SOTK yang baru sudah match, sudah selesai. Sebenarnya sudah rampung sejak Januari lalu. Bahasa kasarnya bocahe Seno atau pahlawannya Pilkada wis cementhel kabeh. Kalau besok ada mutasi lagi, itu profesional. Dibandingkan periode tahun lalu, the right man in the right place, saya jamin lebih pas sekarang. Menurut saya yang takut mutasi adalah orang-orang yang berpolitik saja. Yang netral dijamin aman, tidak masalah. To be or not to be, show must go on.

Boyolali dinilai kurang dinamis dan stagnan dibandingkan dengan daerah lain di Soloraya. Benarkah penilaian tersebut?

Ya begitulah Boyolali, adem ayem. Pembangunannya jangan terlalu drastis. Karena kiblat orang Eropa, pembangunan yang semakin cepat akan membuat manusia cepat terpuruk. Sekarang konsep yang disampaikan Eropa adalah membangun dengan berwawasan lingkungan, green habitat. Tidak bisa dilakukan tergesa-gesa. Pembangunan di Boyolali rata-rata Rp 12 miliar, sudah saya tingkatkan menjadi Rp 68 M. Sudah lima kali lipat dan target saya adalah 13 kali lipat. Silakan jika dianggap kalah dari Solo dan sekitarnya. Tapi asal tahu saja, Pendapatan Asli Daerah Boyolali nomor dua di Soloraya, di bawah Solo. Januari ini sudah tembus Rp 100 miliar. Ketika awal saya jadi Bupati pertumbuhan ekonomi 3,6 (persen-red) sekarang tujuh koma.

Kondisi Wilayah Utara Boyolali, masih sangat tertinggal dibandingkan wilayah Selatan. Apakah daerah utara memang dianggap sebagai anak tiri?

Sekarang silakan tengok ke sana. Begitu saya menang Pilkada, saya anggarkan Rp 19 miliar untuk daerah utara. Baru yang pertama sejak 68 tahun Indonesia merdeka, ada jalan hotmix dari Karanggede sampai Juwangi. Tinggal 3 kilometer lagi, tahun ini selesai. Tidak benar mereka anak tiri, kalau dulu mungkin. Tapi kalau melihat medannya seperti itu, pembangunannya harus bertahap. Tapi sampai detik ini prioritas pembangunan Boyolali adalah daerah utara. Apalagi supplier suara Seno dari sana, jadi memang diistimewakan di sana.

Mengenai nama bandara Adi Soemarmo, Boyolali terkesan dipaksakan dan hanya titip nama. Hal seperti itu kan malah bisa jadi bahan olok-olok?

Sebenarnya tidak dipaksakan. Ini seperti jiwa saya sendiri, yaitu katakan yang sebenarnya. Bandara Adi Soemarmo Solo Boyolali. Karena yang benar begitu, penegas identitas. Komitmen dengan Angkasa Pura juga baik. Bagi saya penerbangan ya tetap Jakarta-solo, sama seperti Tokyo-Jakarta, Jakarta bukan Banten. Jangan dianggap gegeran. Artinya jika ada penyelundupan di situ, pengadilannya Boyolali, wilayah yuridisnya Boyolali. Itu saja. Kalau mau disebut SOC (Solo City), kodenya memang seperti itu.

Pariwisata Boyolali selama ini kurang berkembang, apalagi dibandingkan dengan daerah lain, seperti Solo dan Karanganyar. Apakah pariwisata tidak jadi perhatian Anda?

Pariwisata tetap dipikir. Untuk Karanganyar, Tawangmangu kan maskotnya, itu punya provinsi, makanya hasilnya sedikit. Boyolali kesulitannya kita tidak punya air, khususnya Selo. Tapi akan dicoba pembangunan wajah Kota Boyolali ini mulai Desember ini. Kalau cewek itu istilahnya bersolek, biar menarik. Kalau kami hubungan pariwisata lebih banyak dengan Jogja, terutama soal Merapi. Kami menangkapnya bukan dari Solo, tapi Jogja. Upaya saya mulai 1 Januari tahun depan, Kawasan Wisata Pengging akan saya pihak ketigakan. Jadi seperti Ancol, yang menyobek karcis ya pegawai swasta, bukan PNS. Setelah itu Tlatar, diimbangi dengan wisma Pemda dan bungalow di Selo. Semuanya nanti dikelola swasta, termasuk Waduk Cengklik, nanti di sana ada warung apung. Bupati Boyolali menerjemahkan konsep ini dengan istilah Boyolali pro investasi.

Mengapa selama ini jarang mengikuti upacara dan pelantikan-pelantikan Pak?

Saya tidak pernah. Bupati/wakil bupati (Wabup) satu tangkup. Saya jadi inspektur kalau pas 17 Agustus saja. Tapi kalau seumpama Pak Wabup sakit atau berhalangan, saya pasti mau memimpin upacara atau melantik. Sebenarnya bukan tidak mau, saya beri porsi lebih pada Wabup. Saya konsentrasi ke visi dan misi. Dengan sikap dan teori saya, sebut saja teori ndableg, suka gak suka, lawan politik anyel, tapi enggak bisa ngalahin ndablegnya. Apakah dengan ndableg, Boyolali itu semakin maju, ya tunggu saja hasilnya, tapi tidak bisa langsung dilihat bulan depan. Bisa dibandingkan lebih hebat mana Seno yang jadi wakil bupati, atau pas jadi bupati. Saya sudah kebal dengan segala macam kritikan. Kritik mangga, saya yakin dengan konsep saya.

Sudah lama Pak Seno menjomblo. Apa tidak ingin segera memiliki seorang Bu Bupati?

Saya ini sebenarnya sedang laris-larisnya (Seno mengatakan ini seraya tertawa lebar-red). Jeleknya, saya ini sedang asyik-asyiknya menjajaki. Ya, Mohon doa restu semoga segera ketemu jodoh dalam waktu dekat ini. Tapi saya tidak mau pasang target. Untuk kriteria calon istri, saya cari yang biasa saja, tidak kemayu dan tidak banyak bicara. Setinggi-tingginya bangau terbang, akan hinggap juga. Tapi hinggapnya harus cari ranting yang kuat, ya dipilih-pilih dulu.

Beberapa pemimpin daerah lain, seperti Solo, Karanganyar, sering muncul di media-media. Apakah Anda tidak ingin mem-branding diri?

Saya tampil hanya di acara-acara seminar saja. Empat kali diundang ke UGM kadang memberikan kuliah umum. Selasa saja juga diundang ke MPR untuk berbicara tentang pembangunan karakter bangsa. Kalau tentang tampil di media saya memang tidak suka. Saya tidak pingin ngetop, terkenal atau populer.

Sosok Seno Samodro selama ini lekat dengan kakak Anda, Seno Kusumo. Bahkan muncul anggapan Seno gede (Kusumo-red) berperan besar dalam kebijakan-kebijakan yang Anda ambil?

Selain AD 1 dan AD 2, AD 0 juga dibutuhkan. Realistis saja, saya menang Pemilu karena ada sokongan dana dari keluarga, salah satunya Seno Kusumo. Jadi tidak ada salahnya kalau beliau ikut memberikan masukan terkait kebijakan-kebijakan untuk Boyolali. Apalagi konsep yang disampaikan juga cocok dengan prinsip dan keinginan saya. Jadi apa salahnya?

Yus Mei Sawitri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya