SOLOPOS.COM - Salah seorang wisawatan saat berkunjung di kafe Via Via, Jalan Prawirotaman, belum lama ini. (JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto)

Salah seorang wisawatan saat berkunjung di kafe Via Via, Jalan Prawirotaman, belum lama ini. (JIBI/Harian Jogja/Kurniyanto)

JOGJA—Tidak bisa dipungkiri aktivitas seni di Jogja tidak pernah padam. Hampir tiap bulan pameran seni rupa selalu bisa ditemui di sejumlah galeri. Sayangnya, untuk menggelar pameran di galeri tidaklah mudah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berbagai persyaratan dinilai seniman terlalu ribet. Misalnya, mempunyai modal besar dan karya berkualitas internasional.

Berangkat dari kondisi ini, akhirnya banyak seniman yang memilih menggelar pameran di kafe. Menurut mereka, pameran di kafe lebih murah dan seleksi karya tak terlalu ribet.

“Kalau mau pameran di galeri saya sadar diri karena karya masih belum bagus. Selain itu saya juga tidak memiliki banyak uang untuk menyewa ruang pameran di galeri,” ungkap Doni, seniman muda yang juga mahasiswa Seni Rupa di salah satu Universitas Swasta di Jogja kepada Harian Jogja.

Meski persyaratan tak mudah, namun pameran merupakan langkah yang harus ditempuh bagi seniman muda seperti dirinya. Sebab, kata dia, dengan banyak pameran selain akan menambah kemampuan melukis juga akan menambah jaringan. “Mumpung masih berproses saya harus banyak pameran tapi dengan catatan harus terjangkau dengan kemampuan saya,” bebernya

Eko Nugroho, salah satu seniman yang juga merupakan Presiden Daging Tumbuh mengaku pameran di kafe saat ini tengah menjadi pilihan bagi seniman muda yang tengah meniti karier. Untuk pameran di kafe, karya tak melalu proses kurasi seperti yang dilakukan di galeri.

Eko menuturkan untuk pameran di galeri para seniman biasanya dituntut mempersiapkan seluruh perlengkapan sendiri dan detail seperti  biaya katalog, pemasangan lukisan, hingga menyewa tempat perhari.

“Ini hanya bisa dilakukan oleh seniman yang sudah cukup mapan,” katanya. Kalau pameran di kafe, tambah dia, seniman tidak diwajibkan membayar ruangan namun lebih pada karya lukis yang terjual. “Biasanya untuk satu lukisan terjual, seniman terkena charge sebesar 10-20 persen,” katanya.

Eko menambahkan keberadaan kafe bagi seniman muda sangat menguntungkan karena pembeli lukisan tidak hanya berasal dari mereka yang paham lukisan, namun juga menyasar pada masyarakat luas. “Karena yang datang kan bermacam-macam orang. Bisa saja sambil makan mereka tertarik dan langsung membeli lukisan itu,” bebernya.

Ando, salah satu pemilik kafe Asmara yang berlokasi di Jalan Tirtodipuran mengakui seniman yang datang ke kafe miliknya sebagian besar seniman muda yang tengah menapaki karier. Keberadaan pameran dinilai memberikan dampak positif pada pemasukan kafe.

“Ibaratnya simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan karena mereka [seniman] secara nggak langsung memperkenalkan kafe kami,” katanya kepada Harian Jogja, belum lama ini.

Sementara itu, Wawa, waitres Kafe Via Via yang berlokasi di Prawirotaman menuturkan kendati pameran di kafe miliknya cenderung mudah namun terkadang tidak dibarengi dengan penjualan karya milik seniman. Tidak jarang seniman yang melakukan pameran di tempatnya harus gigit jari karena tidak ada satu pun lukisan yang dibeli. “Kalau karya mereka berbeda dan bagus biasanya pengunjung yang datang kesini akan membelinya,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya