SOLOPOS.COM - Irul Hidayat Mahasiswa angkatan I Jurusan Seni Murni Institut Seni Indonesia Solo Mantan Ketua HMJ Seni Murni. (FOTO/Istimewa)

Irul Hidayat
Mahasiswa angkatan I
Jurusan Seni Murni
Institut Seni Indonesia Solo
Mantan Ketua HMJ Seni Murni. (FOTO/Istimewa)

Tanggapan untuk Gigih Wiyono

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Napas kehidupan kampus Seni Rupa Murni (biasa disebut seni murni) Institut Seni Indonesia (ISI) Solo tahun ini memasuki tahun kesepuluh. Apa yang dapat dicatat dari perjalanan dalam kurun waktu satu dekade ini saat berbagai kontroversi begitu deras mengiringinya?

Saya menuliskan pandangan saya di saat berbagai kontroversi tersebut menyasar ke kampus Seni Murni ISI Solo. Kontroversi di awal tahun ini, yang berkembang di luar dan kemudian menyasar ke kampus Seni Murni ISI solo, bermula dari penyelenggaraan pameran oleh staf pengajar Seni Murni ISI Solo yang bertitel Ngebut Benjut di Galeri Seni Rupa Taman Budaya Jawa Tengah atau Taman Budaya Surakarta (TBS) 6-13 Februari lalu.

Pameran tersebut mengundang banyak kritik dan bahkan tak sedikit kecaman dari berbagai pihak. Kontroversi tersebut semakin berkembang dan menjadi topik perbincangan di kalangan publik seni rupa di internal ISI Solo dan juga masyarakat seni rupa Soloraya tentunya.

Kontroversi tersebut semakin mendidih setelah muncul tulisan Gigih Wiyono di harian ini, Rabu (27/2), Kritik Alumnus untuk ISI Solo. Tulisan tersebut rasanya telah cukup keras ”menampar” insan akademis di Jurusan Seni Murni ISI Solo, khususnya bagi para dosen muda yang menjadi sasaran kritik dan tentunya juga lembaga ISI Solo pada umumnya.

Setelah membaca tulisan Gigih Wiyono pekan lalu itu, tentu harus melihat berbagai persoalan yang terjadi di kampus Seni Murni ISI Solo dari sudut pandang yang tak sempit dan mengesampingkan berbagai hal yang bersifat ”tendensius” semata. Sebuah kritik harus diposisikan sebagai sarana solutif, pemecahan suatu persoalan, dan bukan mengarah pada hal-hal yang bersifat provokatif apalagi destruktif. Kritik harus tetap didasarkan keikhlasan dan kepedulian akan sesuatu hal.

Berbicara mengenai pameran Ngebut Benjut, persoalan yang muncul dari pameran tersebut bermula dari bagaimana awal pameran itu terselenggara dan bagaimana proses penggarapannya. Bila memang benar pameran ini hanyalah untuk pameran ”proyek” semata, tentu menjadi hal yang harus diperhatikan Jurusan Seni Murni ISI Solo selaku penyelenggara dan juga  lembaga ISI Solo.

Kerja sebuah pameran (seharusnya) didasari kerja kreatif dan bukan karena ”proyek” semata. Saya sepakat bahwa publik dan penikmat seni rupa tentu tak mau tahu dengan berbagai kekurangan di internal penyelenggara. Pameran ini telah hadir ke publik dan konsekuensinya penyelenggara harus menerima apa pun opini dari para pengunjung dan penikmat pameran tersebut.

Saya menilai bahwa pameran kali ini masih layak untuk diapresiasi dan memiliki banyak hal positif yang patut kita hargai. Ada nilai positif, yaitu bagaimana pameran dapat memacu dan memotivasi para dosen agar semakin produktif dan kreatif. Bila kita membandingkannya dengan pameran-pameran terdahulu yang hanya diikuti oleh beberapa dosen yang aktif berkarya, pameran kali ini mampu memacu banyak dosen yang kurang produktif lainnya untuk turut serta.

Ihwal pendidikan di Jurusan Seni Murni ISI Solo, saya rasa kurang bijak juga jika Gigih Wiyono membandingkannya dengan apa yang dia alami dan dapatkan pada masa 20-an tahun lalu. Saat itu hanya ada Program Studi Kriya Seni, Kriya Teknik dan Tata Rupa Pentas. Pernyataan bahwa ISI Solo melakukan kebohongan dalam pendidikan seni rupa tentu masih harus dikaji.

Terlepas dari ketidaktahuan saya tentang peristiwa ”pembohongan oleh ISI Solo” yang dialami Gigih Wiyono itu, dapat dipastikan bahwa kultur dan iklim pendidikan di seni murni tentu berbeda dengan jurusan lainnya di Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Solo. Pendidikan di Jurusan Seni Murni yang lebih mengeksplorasi penciptaan karya-karya seni rupa murni personel-personel mahasiswa jelas sangat berbeda iklimnya dengan jurusan seni rupa lainnya yang mengarahkan pada penciptaan karya-karya seni rupa aplikatif atau seni terapan.

Hal inilah yang membedakan iklim kemahasiswaan, kesenirupaan dan kesenian secara luas di Jurusan Seni Murni dengan jurusan seni rupa lainnya. Iklim kreatif yang telah terbangun dalam kehidupan akademis dan kekaryaan mahasiswa di kampus seni murni saat ini harus dihargai dan diapresiasi. Mahasiswa yang setiap pekan dipacu untuk produktif mencipta karya seni lukis dan  mempresentasikan karya-karya terbaru di depan kelas, di hadapan dosen dan semua mahasiswa yang hadir mengapresiasi merupakan salah satu iklim akademis yang sangat positif.

Ini penting bagi peningkatan kualitas kekaryaan di lingkungan mahasiswa Jurusan Seni Murni ISI Solo. Cukup banyak mahasiswa yang aktif membangun jaringan kesenian di Indonesia. Beberapa di antara mereka ada yang telah cukup sukses mereguk keuntungan materi dan imateriel yang cukup membanggakan.

 

Ilmiah

Ini merupakan potensi besar Jurusan Seni Murni ISI Solo. Jurusan Seni Murni sangat strategis bila kita hubungkan dengan perkembangan dunia seni rupa kontemporer dan wilayah kesenimanan seni rupa yang lebih banyak melibatkan para alumnus dari jurusan seni murni, baik itu pelukis, pematung, maupun pegrafis.

Saya sependapat ada banyak hal dan perubahan yang harus dilakukan Jurusan Seni Murni ISI Solo. Jurusan yang saat ini baru membawahi satu mayor, yaitu minat utama seni lukis, merupakan jurusan yang baru dibuka pada 2003. Saat ini masih cukup muda dan baru satu kurun generasi terlampaui. Tentunya jurusan ini juga masih harus terus mencari arah yang lebih baik.

Masih banyak hal yang harus dibenahi seperti infrastruktur, fasilitas dan kualitas dosen. Dosen muda yang sekarang mendominasi dan memegang peranan penting bagi masa depan Jurusan Seni Murni diharapkan membentuk iklim positif yang dapat bersinergi secara dinamis aktif dengan kehidupan akademis dan kesenirupaan mahasiswa di kampus ini.

Kompetisi dan kompetensi mahasiswa harus terus digali untuk meningkatkan kualitas kekaryaan dan akademis serta yang juga utama adalah kurikulum yang masih labil dan harus terus diperbaiki. Sebagai mahasiswa yang pernah mengalami berbagai perubahan kurikulum tersebut, saya turut merasakan terkadang perubahan kurikulum justru kurang mendukung peningkatan kualitas keilmuan dan kekaryaan mahasiswa.

Beberapa mata kuliah kerap tumpah tindih, kurang efektif dan beberapa mata kuliah yang cukup berguna dan menjadi basis penopang penciptaan karya seni murni justru hilang. Beberapa dosen senior di Jurusan Seni Murni ISI Solo yang memiliki pengalaman dan reputasi mumpuni di dunia seni rupa Indonesia merupakan aset yang luar biasa berharga bagi kampus ini.

Dosen-dosen muda yang aktif dalam kegiatan seni rupa juga merupakan hal yang sangat penting dan dapat diajak berkolaborasi serta bersinergi yang kelak dapat membawa kemajuan kampus ini. Rasanya tantangan yang harus dihadapi Jurusan Seni Murni memang akan semakin berat dan memerlukan usaha yang cermat di saat iklim berkesenian surut di hampir semua kampus seni di Indonesia saat ini.

Jurusan Seni Murni ISI Solo mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kampus seni yang kreatif serta mampu mencetak mahasiswa-mahasiswa yang mumpuni dan memiliki wawasan keilmuan, kesenian dan kekaryaan yang berkualitas, mampu melahirkan sarjana seni rupa yang kapabel yang menjadi motor bagi perkembangan seni rupa di Kota Solo dan Indonesia, atau bukan tidak mungkin turut melahirkan seniman seni rupa yang ilmiah dan akademis di masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya