SOLOPOS.COM - Taman Sriwedari, Solo (JIBI/Solopos/Dok.)

Sengketa Sriwedari menarik perhatian dan simpati warga Solo hingga muncul aksi #Save Sriwedari.

Solopos.com, SOLO—Dukungan untuk menyelamatkan lahan Sriwedari terhadap rencana eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo terus berdatangan. Warga Solo menggelar aksi menggalang tanda tangan #save Sriwedari.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Aksi tersebut digelar di kawasan car free day (CFD), Minggu (13/9/2015) pagi. Ratusan warga yang tengah beraktivitas di CFD membubuhkan tanda tangan ditorehkan diatas lembar kain warna putih. Dalam aksi solidaritas lewat tanda tangan, hampir semua masyarakat Solo menolak proses eksekusi lahan Sriwedari.

“Sriwedari merupakan roh Solo, jangan ada permainan di dalamnya,” tulis Candra Irianto, warga Solo.

Warga Banjarsari, Mulyadi juga menolak proses eksekusi Sriwedari. Ia mengatakan kawasan Sriwedari menyandang nilai sejarah yang tidak dapat dihilangkan. Bahkan, ia menyebut Sriwedari dibangun sebagai taman rekreasi untuk publik. Ia berharap Sriwedari dipertahankan sebagai indentitas kebudayaan dan tetap sebagai area publik.

“Jika nantinya berubah, maka Solo akan kehilangan salah satu bukti sejarah yang menjadi kebanggaannya,” kata dia.

Dalam aksi penggalangan tanda tangan, sosok wayang Punawakan, yakni semar, gareng, petruk dan bagong juga ikut berpartisipasi penggalangan dukungan #save Sriwedari. Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan akan nasib Gedung wayang Orang (GWO) yang juga terancam tergusur. Padahal, selama ini masih banyak orang mengantungkan nasib dalam pertunjukan GWO.

“GWO mampu menciptakan banyak seniman ketoprak dari sana,” kata pengagas ide, Mayor Haristanto.
Mayor menerangkan, alasannya menghadirkan sosok Punawakan yang mewakili rakyat Solo. Sehingga, dengan tegas rakyat Solo menolak proses pengosongan lahan Sriwedari. Pengadilan Negeri (PN) Solo akan memanggil Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk ditegur pada 29 September 2015 mendatang.

Dalam salinan surat panggilan menyebutkan PN Solo memanggil pihak Pemkot Solo dan Pengelola Gedung Radya Pustaka yang berdiri di atas tanah sengketa tersebut.

Dalam surat Nomor 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt.
meminta Pemkot Solo untuk hadir menghadap Kepala PN Solo pada 29 September 2015 mendatang untuk diberi teguran. Pemkot juga diberi waktu delapan hari untuk mengosongkan lahan Sriwedari sebagaima perintah na Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 3249 K/Pdt/2012 tertanggal 5 Desember 2013.

Penjabat (Pj) Wali Kota Solo Budi Suharto sebelumnya mengatakan siap memenuhi panggilan tersebut. Ia menyatakan Pemkot Solo mematuhi hukum yang berlaku.

Dalam pemanggilan itu, Pemkot juga akan menyampaikan permintaan penundaan proses eksekusi hingga putusan Peninjauan Kembali (PK) turun. Alasannya, saat ini Pemkot sedang melakukan perlawanan dengan cara mengajukan PK atas putusan kasasi MA. Meski, Ia mengetahui bahwa PK tidak menunda proses eksekusi tersebut.

Budi juga meminta proses eksekusi tidak dilakukan dengan alasan demi kepentingan pelayanan masyarakat. Hal ini mengingat di kawasan tersebut terdapat kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), serta Museum Radya Pustaka. “Kami segera kirimkan surat agar tidak dieksekusi,” kata dia.

Di singgung mengenai upaya penyelesaian lain di luar pengadilan, Budi mengaku Pemkot masih memprioritaskan penuntasan sengketa melalui jalur hukum. Meskipun, ia menambahkan tak menyampingkan upaya non hukum lainnya. “Ini persoalan hukum, maka penyelesaiannya harus diupayakan pula secara hukum,” terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya