SOLOPOS.COM - Bendera merah terpasang di kawasan plaza dan gapura Sriwedari, Solo, Rabu (16/9/2015). Bendera yang dipasang komunitas #anakmudasolo tersebut sebagai salah satu wujud penolakan terhadap pengosongan kawasan Sriwedari. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Sengketa Sriwedari, ahli waris Wiryodiningrat mengajukan permohonan eksekusi paksa lahan Sriwedari.

Solopos.com, SOLO–Ahli waris Wiryodiningrat dalam pekan ini akan mengajukan permohonan eksekusi paksa lahan Sriwedari ke Pengadilan Negeri (PN) Solo. Langkah itu diambil ahli waris keluarga Wiryodiningrat lantaran upaya mediasi atau aanmaning yang dilakukan selama ini dinilai hanya upaya Pemkot Solo untuk mengulur waktu dalam menyerahkan lahan seluas 9,9 hektare tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dalam pekan ini, kami akan ajukan permohonan eksekusi paksa kepada PN Solo,” ujar kuasa hukum ahli waris, Anwar Rahman saat ditemui wartawan di PN Solo, Selasa (10/11/2015).

Anwar menilai proses mediasi yang berjalan dua bulan terakhir hanya berjalan di tempat dan tidak membuahkan hasil. Ia bahkan menuding ada upaya sengaja dari Pemkot untuk mengulur waktu pengosongan lahan Sruwedari.
“Kalau Pemkot butuh biaya angkut-angkut, kami siap bantu,” ujarnya.

Menurut Anwar, pengadilan memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi sesuai putusan pengadilan yang telah memenangkan ahli waris. Menurutnya, selama ini kliennya sudah banyak merelakan waktu untuk mengikuti perundingan meski putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.

“Eksekusi paksa sebenarnya sudah bisa dilakukan, namun kami tetap mengikuti perundingan ini,” katanya.

Meski demikian, ia mengaku sangat kecewa atas proses mediasi yang berjalan tanpa pernah membuahkan hasil ini. Perundingan yang difasilitasi oleh PN Solo itu bertujuan agar semua pihak bisa melaksanakan putusan pengadilan secara damai.

“Kami sudah banyak bersabar, mestinya eksekusi dulu baru berunding,” katanya.

Anwar menegaskan bahwa perundingan itu mestinya dilakukan setelah dieksekusi. Artinya, setelah lahan Sriwedarui secara hukum sah dikembalikan kepada pemiliknya, barulah digelar perundingan.  “Yang penting eksekusi dulu, nanti berunding belakangan,” katanya.

Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Solo, Kinkin Sultanul Hakim, mengakui bahwa pihaknya belum memberikan opsi dalam perundingan itu. “Kami memilih menunggu ada usulan dari pihak lain,” katanya.

Perundingan yang difasilitasi pengadilan itu diikuti sejumlah pihak. Ahli waris Wiryodiningrat yang menjadi penggugat dalam sengketa tersebut hadir dalam perundingan tersebut, antara lain Gunadi dan kerabatnya. Sedangkan dari pihak tergugat hadir perwakilan dari Pemerintah Kota Solo, Keraton Kasunanan Surakarta, serta pengelola Museum Radya Pustaka. Adapun M. Jaril hadir bersama kuasa hukumnya, Heru S. Notonegoro sebagai turut tergugat.

Dalam kesempatan itu, Jaril berkukuh bahwa lahan Sriwedari telah menjadi miliknya dalam perjanjian jual beli. Ia juga tetap akan mengawal terus laporannya di kepolisian kepada ahli waris tentang penipuan.

Sedangkan perwakilan keraton, K.G.P.H. Puger akan melakukan perundingan khusus dengan pihak ahli waris. “Kami ingin membicarakan mengenai aset keraton yang masih ada di lahan tersebut,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya