SOLOPOS.COM - Sejumlah saksi dari pihak pemohon pasangan capres dan cawapres nomor urut satu mengucapkan sumpah di hadapan Majelis Hakim Konstitusi sebelum memberikan kesaksian pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres Tahun 2014 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (8/8). Agenda sidang lanjutan tersebut mendengarkan jawaban termohon (KPU), pihak terkait (pasangan capres dan cawapres nomor urut dua) dan Bawaslu atas pokok permohonan pemohon (pasangan capres dan cawapres nomor urut satu). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Solopos.com, JAKARTA — Beberapa pengamat politik memprediksi gugatan hasil Pilpres 2014 oleh kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan sulit dikabulkan. Namun pengamat politik Refly Harun mengingatkan ada celah terjadinya negosiasi dalam putusan MK meski kemungkinannya sangat kecil.

Sejak 2008, ada perubahan dalam proses pertimbangan putusan oleh majelis hakim di MK. Menurut Refly, ada pertimbangan kualitatif yang dipakai MK untuk memutus perkara. “Di satu sisi ini bisa menjaga marwah demokrasi, terutama jika fakta tidak bisa dibuktikan dengan angka. Tapi ini bisa menjadi pintu negosiasi kalau hakimnya nakal, seperti Akil Mochtar,” kata Refly dalam sebuah wawancara di Metro TV, Rabu (13/8/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun Refly percaya hal itu tidak akan dilakukan oleh majelis hakim di MK yang akan memutus perkara sengketa Pilpres 2014. “Dengan hakim MK yang tersisa saat ini, saya rasa tidak.”

Sebelumnya, Ketua MK, Hamdan Zoelva, beberapa waktu lalu menjamin bahwa tidak ada satu pun pihak yang bisa menekan sehingga memengaruhi keputusan MK. MK juga menjamin akan memutus perkara sengketa Pilpres 2014 ini dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya.

“Tidak ada siapapun dari lembaga negara, partai politik, ormas, atau kelompok demonstran, yang bisa menekan sikap dan pendapat mahkamah. Mahkamah akan memutus perkara ini sejujur-jujurnya, seadil-adilnya, berdasarkan fakta-fakta yang diungkap,” kata Hamdan Zoelva, Selasa (5/8/2014) lalu.

Selain itu, Refly Harun menilai tudingan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, seperti yang dilayangkan kubu Prabowo-Hatta masih belum kuat. “Terstruktur itu berarti ada struktur yang terlibat, dalam hal ini pemerintahan, ini yang harus dihadirkan. Masif, berarti terjadi di mana-mana. Bukan saksi yang membuktikan, tapi data-data, saksi ini hanya memperkuat,” jelas Refly.

Pada kesempatan yang sama, pengamat politik dari Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda, juga berpendapat serupa. Menurutnya, sulit bagi tim Prabowo-Hatta saat ini untuk membuktikan dalil yang mereka tuangkan dalam gugatan sebagai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

“Seharusnya [tim Prabowo-Hatta] bisa menghadirkan saksi yang memperkuat, kenapa tidak menghadirkan kepala suku [dari Papua] misalnya. Seperti kemarin saksi dari pengurus partai itu sulit membuktikan dalil terstruktur, sistematis, dan masif,” kata Hanta Yuda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya